ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Tak memakai alas kaki saat menginjak pasir atau tanah memang bisa memicu sejumlah dampak, termasuk terpapar cacing parasit seperti dialami anak 7 tahun di Namibia.
Menurut laporan yang diterbitkan di jurnal Scientific Research, anak yang tak disebutkan namanya itu mengalami gatal yang parah selama tiga hari setelah bermain tanpa alas kaki di pasir bersama teman-temannya. Ia juga sempat menginjak kotoran anjing atau kucing yang terinfeksi dan terkontaminasi oleh larva.
Anak tersebut kemudian dibawa ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun datang dengan rasa gatal yang parah di kaki kirinya selama tiga hari. Setelah itu, area yang terkena berubah menjadi warna gelap dan linier yang progresif dan disertai rasa gatal dan garukan yang hebat," demikian bunyi jurnal tersebut.
"Keluarga tersebut tinggal di daerah pinggiran kota yang padat penduduk di Rundu, di wilayah Kavango Timur Namibia," bunyi jurnal tersebut
Menurut hasil pemeriksaan, anak tersebut tidak ada riwayat gigitan serangga atau cedera. Ia tumbuh normal dan telah menerima imunisasi lengkap untuk usianya. Terlebih, dirinya juga mendapatkan gizi yang cukup sesuai usianya, dan tak mengalami kondisi lain selain gatal yang parah.
"Berat badannya 19,5 kg, dan semua sistem pada dasarnya normal," kata jurnal.
Namun setelah dicek pada bagian kaki, terdapat lesi eritematosa atau bercak kemerahan pada kulit yang menjalar dan dapat diraba dari permukaan atas kaki kiri, kebagian tengah, hingga telapak kakinya. Lesi yang muncul berbentuk linier dan tak nyeri saat ditekan.
Selain itu, terdapat sedikit edema atau penumpukan cairan pada kulit yang terkena." Riwayat klinis menyingkirkan kemungkinan reaksi peradangan akibat gigitan serangga," kata jurnal.
Dokter kemudian mengatakan anak tersebut terinfeksi cacing parasit Cutaneous larva migrans (CLM).
Kondisi Apa Itu?
Cutaneous larva migrans (CLM) adalah infeksi cacing tambang (nematoda) yang biasanya menginfeksi anjing dan kucing. Kondisi ini biasanya ditemukan di negara-negara berpendapatan rendah di wilayah tropis dan subtropis serta para pelancong ke wilayah-wilayah tersebut.
Penyakit ini disebabkan oleh invasi kulit oleh larva parasit cacing tambang yang, setelah masuk, bergerak di bawah kulit dan menyebabkan reaksi peradangan.
"Hewan yang rentan menjadi terinfestasi dengan membersihkan kaki mereka, atau dengan mengendus kotoran atau tanah yang terkontaminasi. Larva berkembang menjadi tahap cacing tambang dewasa di usus halus hewan-hewan ini," kata jurnal.
Ketika hewan yang terinfeksi membuang fesesnya di tanah atau pasir yang lembap, telur cacing kemudian menetas menjadi larva.
"Biasanya dalam waktu 2 hingga 9 hari. Manusia, khususnya anak-anak, akan terinfeksi ketika mereka berjalan atau bermain dengan kaki beruang di pasir/tanah yang terinfeksi," sebut jurnal.
"Larva, setelah menembus kulit, gagal memasuki aliran darah atau sistem limfatik. Mereka malah menggali di bawah corium kulit dan merayap di lapisan subkutan menciptakan terowongan yang terlihat sebagai lesi linear yang menonjol pada pemeriksaan fisik," sambung jurnal.
Lebih lanjut, anak tersebut kemudian diberi obat pembasmi cacing dan meredakan selama tiga hari. Setelah seminggu, rasa gatal yang dialami menghilang dan lesi mulai memudar.
"Anak tersebut dipantau selama enam minggu, dan pada akhir periode ini lesi telah sepenuhnya menghilang dan ia dipulangkan dari klinik," kata jurnal.
(suc/suc)