ARTICLE AD BOX
Jakarta -
*CATATAN: Informasi ini tidak untuk menginspirasi siapapun untuk bunuh diri. Jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, segera mencari bantuan dengan menghubungi psikolog atau psikiater terdekat. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami tanda peringatan bunuh diri, segera hubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes 021-500-454.*
Seorang peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) anastesi di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro meninggal dunia. Diduga penyebab meninggalnya dipicu karena tekanan dan perundungan selama menjalani studi sebagai PPDS di fakultas kedokteran tersebut.
Polisi saat ini tengah mengusut kasus tersebut dan mendalami adanya dugaan perundungan terkait kematian korban. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) juga memberhentikan sementara prodi anastesi FK Undip di RSUP Kariadi sebagai bagian dari investigasi atas kasus yang terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di media sosial, tidak sedikit warganet yang kembali menyoroti kasus perundungan di ranah kedokteran. Beredar bentuk-bentuk perundungan yang harus dijalani dokter residen selama mengikuti program dokter spesialis.
Kasus perundungan di kalangan kedokteran telah menjadi atensi Kemenkes. Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan Ri Budi Gunadi Sadikin sempat membeberkan tindak perundungan di lingkungan dokter sudah terjadi selama berpuluh-puluh tahun.
Ia menyebut banyak calon dokter yang dijadikan sebagai pembantu atau asisten pribadi oleh para seniornya.
"Suruh nganterin laundry, bayarin laundry, nganterin anak, kemudian ngurusin parkir, ambilin itu, ambilin sana," ucap Menkes dalam konferensi pers, Kamis (20/7/2023).
Tak hanya itu, Menkes juga mengatakan ada calon dokter yang disuruh seniornya mencari sendok sebanyak 200 pukul 12 malam. Sendok tersebut nantinya digunakan untuk makan-makan di tempat seniornya. Apabila tak mampu melakukan tugas-tugas yang disuruh para seniornya, calon dokter itu justru akan dicaci maki.
"Perannya lebih bukan untuk mengajar, ya mungkin dipakai untuk mengajar karakter, tapi kalau saya lihat isinya jarkom itu ada juga sebagian besar suruh ini, mencari sendok plastik, nyiapin foto, segala macam. Kalau satu menit, dua menit tidak dijawab, dicaci maki 'kok gini aja nggak bisa, kamu mampu apa nggak sih?'," ucap Menkes.
Menkes juga menyebut ada juga calon dokter yang disuruh menjadi pekerja pribadi para seniornya untuk menulis tugas, jurnal, atau bahkan penelitian. Padahal, menurutnya, tugas-tugas tersebut seharusnya dikerjakan oleh seniornya.
Adanya 'tradisi' Perundungan yang terjadi di dunia kedokteran tak hanya menyebabkan kerugian fisik, tetapi juga mental dan finansial bagi peserta didik. Menkes mengungkapkan, para calon dokter ada yang disuruh untuk mengumpulkan uang puluhan hingga ratusan juta demi menyewakan rumah, tempat bola, membeli makanan mahal, hingga gadget baru untuk para seniornya.
"Bisa menyiapkan rumah untuk kumpul-kumpul bagi senior, kontraknya setahun 50 juta, bagi rata dengan juniornya. Atau praktik suka sampai malam, sama rumah sakit dikasih makanan malam, tapi makan malam nggak enak. Kita maunya makan Jepang, jadi setiap malam harus mengeluarkan 5 juta atau 10 juta untuk seluruhnya makanan Jepang," kata Menkes.
"Kadang-kadang ada juga yang 'Aduh handphone-nya tidak bagus, wah Ipadnya sudah tidak bagus,'. Dan itu tidak pernah berani disampaikan oleh para juniornya. Nah akibatnya saat dia jadi senior, dia melakukan hal yang sama," sambungnya lagi.
(suc/up)