ARTICLE AD BOX
Jakarta - Indonesia tidak bisa menjadi negara maju tanpa transisi energi. Pernyataan ini diungkap oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin.
Rachmat mengatakan bahwa tujuan Indonesia pada 2045 sangat jelas yakni menjadi negara maju yang menghilangkan kemiskinan ekstrem dan menjadi salah satu pemimpin di dunia internasional.
"Dan itu tidak bisa dilaksanakan jika kita tidak punya action dan juga jika kita tidak mempunyai komitmen yang kuat terhadap net zero emission. Karena itu adalah komitmen Indonesia terhadap dunia ini," kata Rachmat dalam agenda Road to Indonesia International Sustainability Forum 2024 di Hotel The Westin Jakarta, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2024).
Namun dalam perjalanannya, Rachmat mengakui Indonesia harus menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan transisi energi. Pasalnya, pendapatan Indonesia masih berada di rentang US$ 5.000 per kapita.
Oleh sebab itu, Rachmat mengatakan bahwa Indonesia harus mencari cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya adalah mendorong ekosistem ekonomi yang less carbon intensive, sebab berbagai negara dunia kini sudah melakukan hal tersebut.
"Tentunya jika kita tidak melaksanakan transisi energi di berbagai sektor, ini akan mengancam progres dari pertumbuhan ekonomi kita sendiri. Karena saat ini market, baik domestik dan tentunya juga dari internasional, menginginkan energi yang lebih bersih, menginginkan transisi energi, menginginkan produk-produk yang dibuat dengan less carbon intensive," bebernya.
Jika tidak ikut serta dalam upaya transisi energi, Rachmat mewanti-wanti berbagai produk asal Indonesia yang diekspor ke luar negeri tidak kompetitif. Sebab, produk tersebut bisa dikenakan pajak karbon dengan berbagai mekanisme. Oleh karena itu, Rachmat mengatakan bahwa transisi energi sejatinya adalah sebuah keniscayaan.
Ia mengatakan bahwa Indonesia punya tugas besar untuk melakukan transisi energi karena 86% penggunaan energinya masih berbasis fosil. Ada tiga sektor kegiatan berbasis energi fosil terbesar yakni penggunaan batu bara untuk pembantuan listrik, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi, dan penggunaan batubara untuk industrial process.
"Jadi hal-hal ini jika kita bisa solve, kita sudah 75% menyelesaikan perjalanan kita," ujar dia. (kil/kil)