ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi) menolak aturan larangan penjualan rokok diberlakukan. Kebijakan yang disoroti adalah larangan penjualan rokok batangan (keteng) dan larangan penjualan rokok 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak.
Adapun larangan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Sekretaris Umum Perpeksi Wahid mengatakan modal penjualan dari toko kelontong sendiri diserbu cukup kecil berkisar Rp 5 jutaan. Jika kebijakan itu diberlakukan maka diprediksi akan menggerus pendapatan dari pedagang bahkan diprediksi bisa gulung tikar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi itu terjadi karena pendapatan dari rokok sendiri cukup besar untuk pedagang kelontong hingga 60%-70%. Ditambah biasanya konsumen membeli rokok juga akan membeli produk lain, jadi pendapatannya akan lebih besar tergerusnya.
"Jadi memang kenyataanya mungkin bisa 60% diperkirakan gulung tikar. Karena menarik pelanggan itu yang tadinya beli rokok, ya tiba-tiba beli kopi, nanti minuman-minum itu dipajang nanti itu dibeli. Jadi impact-nya kalau nggak ada rokok besar," kata dia dalam konferensi pers, Polemik Larangan Penjualan Rokok di PP Nomor 28 Tahun 2024, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2024).
Padahal menurut dia penjualan batangan membantu selera konsumen yang menengah bawah.
"Kalau nggak boleh menjual eceran, itu pasti terdampak, sebesar apa sih modal pedagang kelontong antara Rp 5 jutaan, kalau rokok kan macam-macam, selera konsumen kan macam-macam, kalau dilihat modal pelaku usaha tidak akan mampu ujung-ujungnya akan kalah dengan pelaku usaha lainnya," jelas dia.
Sementara Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Koperasi dan Ritel Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi juga menegaskan pihaknya menolak aturan larangan penjualan rokok itu. Karena menurutnya omzet dari ritel kecil atau UMKM didominasi dari penjualan rokok.
"Anggota koperasi kebanyakan UMKM itu mengandalkan rokok omzetnya 50% dengan aturan ini menekan kami pelaku ritel. Di mana kami tidak melakukan pelanggaran penjualan pembatasan usia makin overlapping. Kami menolak kami akan upayakan PP ini dibatalkan," tegasnya.
(ada/rrd)