ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kebutuhan minyak dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Impor minyak itu berupa minyak mentah dan produk BBM.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut, impor minyak Indonesia lebih besar daripada produksi. Dia mengatakan, Indonesia mengimpor minyak 297 juta barel setahun yang terdiri dari 129 juta barel minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Jadi produksi minyak Indonesia itu 221 juta barel dalam setahun. Impor kita 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM)," katanya seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM, Minggu (8/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, dia menerangkan, konsumsi BBM nasional tahun lalu mencapai sekitar 505 juta barel yang terbagi dalam beberapa sektor. Beberapa di antaranya adalah sektor transportasi yang mengonsumsi sebesar 248 juta barel atau 49%, disusul sektor industri sebesar 171 juta barel atau 34%, sektor ketenagalistrikan yang menyedot 38,5 juta barel atau 8%, serta sektor aviasi yang mengonsumsi BBM sebanyak 28,5 juta barel atau 6%.
Besarnya impor minyak untuk konsumsi berbagai sektor tersebut, menguras devisa negara pada tahun lalu mencapai di angka Rp 396 triliun. Oleh karena itu, jelas Bahlil, pemerintah tengah menyusun strategi agar impor minyak tersebut bisa dikurangi.
"Strategi kita dengan melihat keunggulan dan kelemahan kita, yang pertama adalah optimalisasi produksi (minyak bumi) dengan teknologi. Saya kasih contoh di Banyu Urip, itu dikerjakan oleh ExxonMobil. Itu yang didapatkan pertama itu cuma kurang lebih sekitar 90-100 ribu Barrel Oil per Day (BOPD). Tapi kemudian diinjeksi dengan teknologi yang mereka miliki, dan sekarang itu bisa mencapai 140-160 ribu BOPD," jelasnya.
Strategi kedua, lanjutnya, adalah dengan melakukan reaktivasi sumur-sumur yang idle atau menganggur. Dari total 44.985 sumur yang ada di Indonesia, terdapat 16.990 sumur yang masuk pada kriteria idle well. Namun demikian, tidak semua memiliki potensi untuk direaktivasi karena sesuatu dan lain hal, seperti tidak adanya potensi subsurface, keekonomian yang tidak terpenuhi karena high cost rectivation dan harga minyak mentah dunia pada saat itu, serta faktor HSE dan non teknikal lainnya.
Sementara itu strategi ketiga adalah dengan melakukan eksplorasi migas khususnya di wilayah Indonesia Timur. Menurutnya, wilayah tersebut memiliki potensi penemuan-penemuan cadangan baru sehingga pemerintah akan mendorong percepatan melalui skema kerja sama dan insentif yang lebih menarik.
"Fokus area kita sekarang itu adalah di daerah-daerah wilayah timur ini. Jadi di wilayah-wilayah timur sekarang. Nah, status area saat ini, ada beberapa blok yang potensinya bagus. Seperti di Seram, Buton, di Laut Aru-Arafura, Warim, dan Timor," ungkapnya.
(acd/das)