ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Masyarakat digegerkan munculnya kasus bunuh diri seorang dokter residen diduga akibat tidak tahan mengalami perundungan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di prodi Anestesi Universitas Diponegoro. Dokter residen perempuan berinisial AR itu ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan bahwa masalah perundungan di lingkungan PPDS merupakan kejadian 'menahun' yang sudah terjadi berulang kali. Ia mengaku seringkali menerima laporan bahwa junior yang sedang mengikuti PPDS harus menghadapi tekanan psikologis yang luar biasa dari senior-seniornya.
"Kita juga pernah kan melakukan skrining kesehatan mental terhadap para peserta PPDS ini dan banyak kan memang yang ingin bunuh diri. Jadi ini sudah menjadi fenomena yang besar terjadi," kata Menkes pada awak media belum lama ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam survei yang dilakukan pada 12.121 peserta PPDS di rumah sakit vertikal saat itu, pihak Kementerian Kesehatan menemukan ada sekitar 2.716 peserta PPDS yang mengalami depresi.
Dari keseluruhan jumlah tersebut, 1.977 mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 mengeluhkan depresi sedang sampai berat, dan 75 orang mengalami depresi berat. Sekitar 3,3 persen peserta PPDS yang mengikuti survei teridentifikasi ingin mengakhiri hidup atau melukai diri.
Bentuk aksi perundungan yang dilakukan pada junior PPDS sangat beragam. Mulai dari beban kerja yang berlebihan, cacian dan makian dari senior, sampai 'dipalak' hingga puluhan juta rupiah untuk berbagai keperluan senior.
"Ini adalah kebiasaan buruk di profesi yang sangat mulia, kedokteran. Bayangkan kalau dokter-dokter ini sejak muda sudah dididik seperti itu, hidupnya ditekan. Banyak cara pendidikan yang jauh lebih saintifik untuk menciptakan tenaga kerja yang tangguh tanpa harus mem-bully," kata Menkes.
Menkes menuturkan bahwa butuh peran banyak pihak untuk menghentikan praktik bullying di lingkungan PPDS. Terlebih kejadian ini sudah berulang terjadi dan seakan sudah menjadi 'tradisi' yang dilestarikan.
Situasi ini membuat akhirnya tak sedikit junior yang takut untuk melaporkan aksi bullying di lingkungan PPDS. Mereka khawatir, proses pendidikan mereka bisa terganggu apabila berani melaporkan aksi tersebut.
"Korban jiwa tidak hanya hari ini saja. Biasanya ditutup-tutupin. Baru kali ini saja ini terbuka. Dan kita akan beresin ini secepat mungkin," kata Menkes.
Menkes menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan perlindungan penuh pada orang-orang yang mau melaporkan aksi perundungan di lingkungan PPDS. Seperti yang diketahui, kanal pelaporan bullying untuk rumah sakit vertikal sudah dilakukan tahun lalu.
Untuk sementara, PPDS prodi anestesi FK Undip akan ditutup terlebih dahulu. Menkes mengatakan penutupan ini akan berlangsung selama investigasi dilakukan. Menurutnya ini penting untuk mencegah adanya intervensi atau intimidasi dari oknum pada junior-junior yang ada.
"Hal (penutupan) ini kita lakukan sementara, karena begitu kita mau memeriksa semua murid-murid junior ada di sana diintimidasi. Tidak boleh bicara," ujar Menkes.
"Itu sebabnya kita berhentikan sementara. Supaya penyelidikan ini bisa dilakukan dengan cepat, bersih, dan transparan bebas dari intimidasi yang sekarang terjadi," tandasnya.
(avk/kna)