Pakar Sebut Label Bebas BPA di AMDK untuk Lindungi Kesehatan Masyarakat

3 weeks ago 23
ARTICLE AD BOX
winjudi situs winjudi online winjudi slot online winjudi online slot gacor online situs slot gacor online link slot gacor online demo slot gacor online rtp slot gacor online slot gacor online terkini situs slot gacor online terkini link slot gacor online terkini demo slot gacor online terkini rtp slot gacor online terkini Akun slot gacor online Akun situs slot gacor online Akun link slot gacor online Akun demo slot gacor online Akun rtp slot gacor online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya winjudi

Jakarta -

Pakar Kebijakan Publik Riant Dr. Riant Nugroho menilai masyarakat maupun industri seharusnya mendukung regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mewajibkan pelabelan Bisphenol A (BPA) pada air kemasan galon isi ulang. Menurutnya tujuan diterbitkannya Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 adalah untuk melindungi masyarakat dari dampak paparan zat kimia BPA yang terindikasi dapat memicu gangguan kesehatan.

"Kebijakan (kemasan) bebas BPA ini sebenarnya sudah menjadi isu internasional dan bahkan penggunaan BPA telah dilarang di berbagai negara," kata Riant dalam keterangan tertulis, Senin (12/8/2024).

Dia mengatakan Indonesia berusaha mengadopsi kebijakan serupa, namun tidak sampai melarang. BPOM, kata Riant, mencoba untuk mengadopsi pelabelan bebas BPA atau Berpotensi Mengandung BPA pada AMDK untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi bahaya BPA.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui BPOM mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan pada 5 April 2024. Pada Pasal 48a mengatur kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan, sementara Pasal 61A mewajibkan pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat.

Pada 2028, produsen wajib menerapkan peringatan dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan.

Ia pun menyoroti polemik yang timbul dengan kehadiran regulasi tersebut. Dia juga menyoroti sejumlah pihak yang mencoba membenturkan pelabelan 'bebas BPA' dengan isu lingkungan. Menurutnya hal itu tidak pada tempatnya.

"Isu sustainability tentu sangat penting, untuk kemasan non-BPA kan memang biasanya sekali pakai. Ya tinggal bagaimana memperkuat pengelolaan kemasan bekasnya. Sedangkan untuk BPA terkait dengan hak kesehatan masyarakat," jelasnya.

Karena itu, ketua Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) ini meminta agar semua pihak tidak lagi mempersoalkan kebijakan BPOM yang ditujukan untuk memastikan produk aman dikonsumsi masyarakat. Termasuk produsen salah satu AMDK yang mestinya juga mendukung kebijakan ini dan tidak resisten.

"Apalagi perusahaan AMDK itu di negara asalnya patuh untuk tidak menggunakan kemasan mengandung BPA, kenapa di Indonesia tidak mau patuh? Mestinya comply dengan aturan di sini dan juga negara asalnya, sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan masyarakat," ujar Riant.

"Produsen tidak bisa menjamin produknya tidak kepanasan dan terpapar sinar matahari langsung. Inilah yang menyebabkan peluruhan senyawa kimiawi BPA terhadap isi produknya melampaui ambang batas aman," ujarnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Ema Setyawati menyatakan bahwa pelabelan BPA bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas kepada konsumen mengenai kandungan dalam AMDK.

"Peraturan ini adalah bentuk komitmen BPOM dalam melindungi kesehatan masyarakat melalui regulasi yang berdasarkan pada perkembangan terkini di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi," ujarnya.

Dalam acara Sarasehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat melalui Regulasi Pelabelan Bisfenol A (BPA) pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), BPOM memaparkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan pada kurun 2021-2022. Baik dari sarana produksi maupun peredaran, BPOM menemukan 3.4% sampel AMDK yang beredar di Indonesia tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA, yakni di atas 0.6 bpj.

Tak hanya itu, 46.97% kemasan galon di sarana peredaran dan 30.91% di sarana produksi juga terdeteksi mengandung BPA dengan kadar yang mengkhawatirkan, yakni 0.05 - 0.6 bpj.

Sementara itu, hasil pengawasan kandungan BPA terhadap produk AMDK menunjukkan bahwa 5% sampel galon baru di sarana produksi dan 8.67% di sarana peredaran terbukti mengandung BPA di atas 0.01 bpj alias berisiko terhadap kesehatan.

Ema menegaskan kebijakan pelabelan BPA berlatar keinginan pemerintah melindungi kesehatan publik. Air galon dikonsumsi oleh seluruh kelompok usia dengan volume produksi per tahun mencapai 21 miliar liter dan total konsumen sebanyak 50,2 juta orang atau 18 persen dari populasi Indonesia tahun 2020.


(prf/ega)

Read Entire Article