ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Hadirnya 'susu ikan' dinilai mampu menjadi alternatif minuman untuk menambah konsumsi protein harian. Bahkan, 'susu ikan' sendiri diusulkan ada di menu program makan siang bergizi gratis Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Di sisi lain, timbul pertanyaan di benak masyarakat mengapa tidak langsung saja mengonsumsi ikan segar, daripada 'susu ikan' yang diketahui sebagai ultra-processed food.
Menjawab hal ini, peneliti ahli utama Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Ekowati Chasanah mengatakan sebenarnya bisa-bisa saja langsung mengonsumsi ikan segar, tetapi kerap kali menurutnya dalam pengolahan ikan ada potensi kandungan gizi yang hilang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ikan itu kan mudah rusak jika dibandingkan (makanan) protein tinggi lain misalnya kedelai gitu. Ikan cepat sekali rusaknya," ujar Prof Ekowati dalam konferensi pers, Selasa (17/9/2024).
"Kalau pengolahannya tidak tepat, misalnya digoreng, itu ada beberapa asam amino esensial yang penting bagi tubuh itu rusak zat gizinya," sambungnya.
Prof Ekowati menambahkan, hidrolisat protein ikan (HPI) yang menjadi asal dari 'susu ikan' sebenarnya sudah digunakan oleh negara lain untuk kebutuhan susu. Kebanyakan digunakan untuk anak yang mengalami intoleransi laktosa.
"Banyak (di negara lain), biasanya susu-susu impor untuk orang yang tidak tahan laktosa, anak-anak kecil atau bayi. Anak-anak kecil yang nggak bisa minum susu sapi, ya pakai 'susu ikan' itu," lanjut dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistyo mengklaim susu ikan bisa memenuhi kebutuhan protein masyarakat Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih berada di urutan bawah terkait konsumsi protein harian.
"Kalau di negara maju asupan proteinnya sudah di atas 100 gram per hari. Dibandingkan Vietnam saja kita masih jauh, Vietnam sudah mendekati 100, di angka 94 gram per hari," terang Budi dalam konferensi pers Selasa (17/9/2024).
(dpy/naf)