ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Dunia masih belum bisa sepenuhnya lepas dari belenggu COVID-19. Baru-baru ini, telah muncul varian baru SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, bernama 'XEC' yang diyakini para ilmuwan lebih menular dibandingkan varian lainnya.
Varian XEC pertama kali terdeteksi di Jerman pada Juni lalu. Kini, varian XEC telah menyebar hingga di 27 negara, termasuk Inggris, Denmark, Polandia, Portugal, dan China. Sementara, prevalensi XEC di Amerika Serikat dan Kanada masih terbilang rendah.
Para ahli berpendapat varian XEC memiliki potensi untuk menjadi varian dominan yang baru.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Varian XEC tampaknya menjadi yang paling mungkin untuk berkembang biak selanjutnya," ujar direktur Scripps Research Translational Institute di California, dr Eric Topol dikutip dari Times Now, Rabu (18/9/2024).
Namun, Topol mengatakan butuh waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan sebelum varian XEC mencapai level tinggi dan menimbulkan gelombang baru.
Para ahli mengungkapkan varian XEC merupakan kombinasi dari subvarian Omicron KS.1.1 dan KP.3.3. KS.1.1 merupakan varian FLiRT yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus COVID-19 di seluruh dunia. Sedangkan, KP.3.3 merupakan jenis FLuQE, yaitu varian yang asam amino glutaminnya bermutasi menjadi asam glutamat sehingga meningkatkan kemampuan virus untuk menginfeksi sel tubuh.
Meski lebih menular, varian XEC ini kemungkinan tidak akan mematikan seperti beberapa pendahulunya. Direktur Genetics Institute di University College London Francois Balloux mengatakan vaksin tetap dapat memberikan perlindungan dalam melawan varian baru ini.
Gejala Varian COVID XEC
Sejauh ini, gejala varian XEC tidak terlalu berbeda dengan strain sebelumnya, antara lain:
- Demam
- Kelelahan
- Sakit kepala
- Sakit tenggorokan
- Nyeri tubuh
- Susah tidur
- Pilek
- Penurunan nafsu makan
(ath/suc)