ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Jaksa menghadirkan saksi bernama Firjan Taufa dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK. Dalam kesaksiannya, Firjan bercerita tentang kode jika ada inspeksi mendadak 'sidak' hingga awal mula pungli di Rutan KPK ketahuan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Hal itu diceritakan Firjan dalam sidang lanjutan kasus pungli Rutan KPK yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024). Firjan sempat ditahan KPK saat berstatus tersangka kasus korupsi proyek jalan di Bengkalis, Riau.
"Ada pemberitahuan nggak kayak kalau mau sidak diinfokan ke tahanan?" tanya jaksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada. (Info) teman-teman petugas," jawab Firjan.
"Kayak mana cara infokan?" tanya jaksa.
"Besok rencana sidak," jawab Firjan.
Firjan mengatakan ada kode 'banjir' yang digunakan petugas jaga rutan sebelum sidak. Dia mengatakan kode itu biasanya disampaikan sehari sebelum sidak.
"Ada istilahnya nggak?" tanya jaksa.
"Banjir gitu," jawab Firjan.
Menurut Firjan, saat kode banjir sudah diberikan oleh petugas rutan maka para tahanan secara serempak mengumpulkan ponsel dan uang yang mereka simpan di rutan. Barang-barang yang dilarang itu dikumpulkan dan disembunyikan oleh petugas Rutan KPK.
"Kalau di Rutan Guntur di area luarnya luas, di sekitaran masjid," jelas Firjan
"Saudara kasih sesuatu?" tanya jaksa.
"Kasih Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta setiap banjir," tanya Firjan.
Firjan mengatakan sidak di Rutan KPK dilakukan satu bulan sekali. Sidak dilakukan oleh Karutan hingga petugas Rutan KPK.
Firjan mengatakan pungli Rutan KPK akhirnya terungkap saat Dewas KPK melakukan sidak yang benar-benar mendadak. Dia menyebut saat itu petugas rutan tidak mengetahui sama sekali ada sidak sehingga kode 'banjir' tidak disampaikan sebelum Dewas datang.
"Saudara tahu kalau ada semacam berawal dari ini temuan Dewan Pengawas?" tanya jaksa.
"Saya tahunya pada posisi Dewas datang sidak mendadak gitu," jawab Firjan.
"Ada diinfokan?" tanya jaksa.
"Oh nggak ada. Pas hari Jumat mau salat," jawab Firjan.
Dugaan pungli ini awalnya diungkap anggota Dewas KPK Albertina Ho dalam konferensi pers di gedung ACLC KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2023). Dia mengatakan temuan pungli merupakan hasil pengutusan Dewas, bukan laporan pihak lain.
"Tanpa pengaduan, jadi kami di sini ingin menyampaikan Dewan Pengawas sungguh-sungguh mau menertibkan KPK ini dan tidak, siapa saja, kami tidak pandang," ucapnya.
Albertina saat itu mengatakan jumlah pungli itu Rp 4 miliar. Angka tersebut merupakan temuan sementara dari Desember 2021 sampai Maret 2022.
"Desember 2021 sampai dengan bulan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara," ucapnya.
Didakwa Rp 6,3 Miliar
Kini, 15 mantan pegawai di Rutan KPK telah didakwa melakukan pungli di lingkungan Rutan KPK. Praktik pungli terhadap para narapidana di Rutan KPK itu disebut mencapai Rp 6,3 miliar.
Perbuatan itu dilakukan pada Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap para narapidana di lingkungan Rutan KPK. Perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan dalam UU, Peraturan KPK, hingga Peraturan Dewas KPK.
Jaksa mengatakan perbuatan 15 eks pegawai KPK itu telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Jaksa meyakini mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
"Telah melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain," ujar jaksa.
Berikut 15 terdakwa kasus ini:
1. Deden Rochendi
2. Hengki
3. Ristanta
4. Eri Angga Permana
5. Sopian Hadi
6. Achmad Fauzi
7. Agung Nugroho
8. Ari Rahman Hakim
9. Muhammad Ridwan
10. Mahdi Aris
11. Suharlan
12. Ricky Rachmawanto
13. Wardoyo seluruhnya
14. Muhammad Abduh
15. Ramadhan Ubaidillah.
(ygs/haf)