ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan materi muatan sekaligus pandangan dan pendapat Presiden RI terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara. Hal ini dibahas dalam Rapat Kerja Tingkat I antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Kami atas nama Presiden RI menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada DPR RI yang telah mengambil inisiatif dalam menyiapkan RUU Kementerian Negara untuk dibahas bersama dengan pemerintah," ujar Anas dalam keterangan tertulis, Senin (9/9/2024).
Ia menjelaskan Revisi Undang-Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara merupakan Rancangan UU inisiatif DPR. Pembahasan RUU ini menurutnya dapat dilaksanakan dalam suasana yang demokratis, sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anas menambahkan pemerintah telah melakukan penyusunan dan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Kementerian Negara.
"DIM RUU Kementerian Negara terdiri atas 30 DIM dengan rincian 23 DIM yang tetap, 4 DIM dengan perubahan substansi, dan 3 DIM perubahan redaksional," bebernya.
Pemerintah mencatat dua substansi utama perubahan pada UU Kementerian Negara. Pertama, penghapusan penjelasan Pasal 10 yang mengatur mengenai wakil menteri. Hal ini juga merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi.
Kedua, perubahan Pasal 15 yang mengatur batasan jumlah kementerian. Jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34, diubah menjadi sesuai kebutuhan Presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
Menurutnya, Undang-Undang Kementerian Negara sejatinya bertujuan membangun sistem pemerintahan yang efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, satu urusan tidak selalu dikerjakan oleh satu kementerian. Sebaliknya, satu kementerian bisa mengemban lebih dari satu urusan sesuai dengan tugas yang diberikan oleh Presiden.
Oleh karena itu, ia menyebut rekonstruksi tata kelola pemerintahan melalui Revisi UU Kementerian Negara berupaya mendorong pemerintahan yang semakin inklusif, transparan, kontekstual, serta responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
"Spirit dari perubahan dalam UU Kementerian Negara tentu untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga dalam menyukseskan pembangunan nasional," jelasnya.
Adapun pada prinsipnya, pembentukan kementerian diselaraskan dengan strategi pencapaian visi dan misi Presiden pada masa pemerintahannya. Pemerintah menyepakati secara regulasi, pembentukan kementerian merupakan hak prerogatif Presiden, yang menyesuaikan kebutuhan Presiden dalam mencapai visi-misinya dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Pencapaian visi-misi itu pun mempertimbangkan agenda pembangunan nasional dan dinamika tantangan global.
Untuk itu, kata Anas, perlu ditambahkan penjelasan pada Pasal 15 RUU Kementerian Negara, yakni kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden adalah memperhatikan keselarasan urusan pemerintahan antar kementerian dan mempertimbangkan ketentuan pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Sesuai arahan Presiden Jokowi, ia menyampaikan pemerintah terus melakukan penguatan tata kelola pemerintahan dan proses bisnis yang efektif melalui koordinasi dan kolaborasi antar Kementerian dan Lembaga.
"Saat ini pemerintah fokus pada bagaimana tata kelola pemerintahan bisa berjalan baik dan berdampak ke rakyat. Intinya berdampak, bisa dirasakan rakyat, seperti berulang kali disampaikan Presiden Jokowi," tandasnya.
Sebagai informasi, Rapat Kerja Pembahasan Revisi Undang-Undang Kementerian Negara ini turut dihadiri Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas; Ketua Badan Legislasi DPR RI Wihadi Wiyanto; perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Keuangan; serta para anggota Badan Legislasi DPR RI.
(ncm/ega)