ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong penyelesaian proses penetapan kawasan hutan. Hal ini dilakukan guna memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas dan luas kawasan hutan sekaligus upaya pencegahan kejahatan kehutanan seperti perambahan, pembalakan liar dan penguasaan kawasan secara illegal, yang menjadi penyebab triple planteray crisis.
"Dalam beberapa dekade terakhir, dunia dihadapkan pada tiga krisis besar yang saling terkait dan mempengaruhi aspek kehidupan kita. Perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati, dan polusi. Krisis ini sebagai triple planetary crisis, tidak hanya mengancama ekosistem dam kesehatan manusia tetapi berdampak terhadap keberlanjutan sosial dan ekonomi secara global," ucap Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Hanif Faisol Nurofiq pada Talkshow Festival LIKE 2.
Hal ini disampaikannya dalam arahan yang dibacakan dibacakan oleh Sekretaris Dirjen PKTL Herban Heriandana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (Ditjen PKTL) KLHK berperan strategis dalam mempercepat kepastian status hukum kawasan hutan. Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan (PPKH), Donny August Satria Yudha mengungkapkan hingga Juli 2024, progres penetapan kawasan hutan sudah mencapai 84 persen dari total luas kawasan hutan yang mencapai 125.664.549,9 hektare.
"Kami di KLHK serius menetapkan kawasan hutan 100% dan saat ini sudah selesai pal batasnya. Sampai dengan Juli 2024, penetapan kawasan hutan sudah sampai 106,5 juta hektare. Masih ada 16 persen yang sedang kami selesai perbaikan dokumen karena harus tertib adminitrasinya agar tidak cacat di kemudian hari," ujar Donny mewakili Dirjen PKTL, Hanif Faisol Nurofiq pada Talkshow Festival LIKE 2 di JCC Senayan beberapa waktu lalu.
Donny menambahkan penetapan kawasan hutan telah diatur dalam UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang kemudian diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam hal ini, KLHK diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus hal-hal yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.
"Kenapa hatus diatur? Karena lingkungan rentan dan tidak semua bisa dimanfaatkan. Kita harus melihat dari kondisi alam, slope (kemiringan lereng-red), curah hujan, jenis tanah. Tidak semua bisa ditempati untuk pemukiman, sawah dan ada sebagian yang harus kita jaga," jelasnya.
Dalam memonitor kawasan hutan, Ditjen PKTL memanfaatkan data geospasial. Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Erik Teguh Primiantoro mengungkapkan saat ini KLHK telah meluncurkan Sistem Monitoring Hutan Nasional (SIMONTANA) dan Sistem Informasi Geospasial KLHK (SIGAP KLHK) yang juga dapat dimanfaatkan untuk membangun inovasi.
"Bangsa yang maju adalah bangsa yang bisa mendayagunakan data geospasial dan membangun inovasi dari berbagai data geospasial. Kami di KLHK sudah menyediakan berbagai macam data geospasial yang bisa diakses melalui SIGAP dan SIMONTANA," ucap Erik.
Adapun SIMONTANA merupakan sistem yang dirancang untuk memantau kondisi hutan nasional. Sistem ini mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan melalui inventarisasi dan monitoring hutan yang komprehensif.
Sementara SIGAP KLHK adalah simpul jaringan yang menyajikan 99 Informasi Geospasial Tematik (IGT) lingkup KLHK. Sistem ini dirancang untuk memudahkan akses dan penggunaan data geospasial yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan seperti penelitian, perencanaan, atau pemantauan lingkungan.
Pada Festival LIKE 2, KLHK juga menyediakan coaching clinic, di mana pengunjung mendapatkan kesempatan untuk belajar cara mengakses dan menggunakan kedua inovasi ini.
"Berbagai macam data geospasial tentang sumber daya hutan dan lingkungan bisa dikulik dan dimanfaatkan," pungkasnya.
(prf/ega)