ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini mengimbau agar presiden terpilih, Prabowo Subianto tidak menerapkan kebijakan keuangan yang sama dengan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, hal ini sebagai upaya agar krisis moneter yang semakin dalam.
Pria yang menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina ini mengatakan pemerintahan era Prabowo mewarisi utang era Jokowi. Apabila nantinya mengambil utang dengan kebijakan keuangan yang sama, dia menilai krisis moneter yang terjadi bisa semakin dalam.
Pada 2025, pemerintah mempunyai utang jatuh tempo mencapai Rp 800,33 triliun. Sementara per Juli 2024, utang pemerintah mencapai Rp 8.502,69 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintahan baru Prabowo, pasti akan mewarisi utang itu. Kalau nanti berutang lagi, dengan menjalankan kebijakan yang sama dengan Jokowi, maka seperti yang dikatakan alm Faisal Basri, Insyaallah kita akan krisis. Akan lebih dalam krisisnya," kata Didik dalam keterangannya, Jakarta, Senin (16/9/2024).
Dia menilai, utang sebuah negara berdampak pada sejumlah kebijakan. Menurutnya, anggaran yang bisa dipakai untuk pendidikan hingga daerah dapat berkurang lantaran untuk membayar utang. Dalam pengambilan keputusan dia bilang seharusnya menyertakan secara demokratis pihak-pihak yang terkait di dalam utang tersebut, seperti pembayar pajak, masyarakat, dan sebagainya.
"Utang negara, satu kali keputusan mengambil utang sedemikian besar, maka karena harus membayar cicilan utang dan pokok yang pasti semakin besar. Dampaknya anggaran pendidikan berkurang, anggaran untuk daerah berkurang. Oleh karenanya seluruh keputusan yang dilakukan oleh pejabat negara soal utang ini akan berpengaruh ke kanan ke kiri," jelasnya.
Dia pun mendorong parlemen untuk melakukan check and balance. Dia berpendapat selama ini tidak ada seorangpun di lembaga maupun parlemen yang menjaga dengan check and balance pengambilan keputusan-keputusan itu. Alhasil, saat ini utang Indonesia bisa mencapai hampir Rp 10 ribu triliun.
"Kalau dibandingkan dengan Jepang, meskipun utang Jepang 100% tapi kalau bunganya 0,7-0,9%, maka pembayaran bunganya saja akan kecil. Dia punya utang Rp 500 triliun hanya membayar Rp 30 triliun per tahun. Indonesia, dengan utang Rp 8.500 T sekarang harus bayar Rp 500 triliun per tahun bunganya saja," imbuhnya.
(das/das)