ARTICLE AD BOX
Amman (ANTARA) - Komite Tingkat Menteri bentukan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Arab-Islam terkait Gaza, Sabtu (30/8), mendesak Amerika Serikat (AS) mencabut larangan pemberian visa kepada delegasi Palestina yang akan mengikuti Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations General Assembly/UNGA).
Adapun komite yang dibentuk pada 11 November 2023 itu terdiri dari menteri luar negeri Arab Saudi, Mesir, Qatar, Yordania, Bahrain, Turkiye, Indonesia, Nigeria, dan Palestina, serta kepala Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (Organization of Islamic Cooperation/OIC).
Xinhua melaporkan, dalam pernyataan yang dirilis setelah pertemuan di Amman, Yordania, komite tersebut meminta AS "mempertimbangkan kembali dan membatalkan" keputusannya itu.
Komite tersebut juga menekankan bahwa langkah AS tersebut bertentangan dengan kewajiban yang tercantum dalam Perjanjian Markas Besar PBB (UN Headquarters Agreement).
Perjanjian itu menjamin hak-hak Palestina, yang merupakan negara pengamat tetap PBB, untuk berpartisipasi dalam kegiatan PBB.
Dalam unggahannya di media sosial Facebook Kementerian Luar Negeri Yordania, komite menyatakan kebijakan AS melemahkan peluang dialig dan diplomasi.
Komite itu pun memperingatkan bahwa "melemahkan Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA) akan mengacaukan upaya perdamaian di tengah eskalasi, penyebaran kekerasan, dan berlanjutnya konflik".
Pada Jumat (29/8), Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan menyebutkan bahwa pihaknya akan "menolak dan mencabut visa" bagi anggota Organisasi Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization/PLO) dan Otoritas Palesto (PA) menjelang UNGA.
"Pemerintahan Trump telah menegaskan, menjadi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan PA atas ketidakpatuhan terhadap komitmen mereka dan tindakan melemahkan prospek perdamaian," demikian bunyi pernyataan tersebut, yang juga menambahkan bahwa Misi PA ke PBB akan menerima pengecualian sesuai dengan Perjanjian Markas Besar PBB.
Sebagai tanggapan, kepresidenan Palestina menyatakan "penyesalan dan keterkejutan mendalam" atas keputusan tersebut, lalu mendesak Washington untuk mempertimbangkan kembali dan membatalkan keputusannya, serta menegaskan kembali "komitmen penuh Palestina terhadap hukum internasional, resolusi PBB, dan kewajiban terhadap perdamaian".
Dijadwalkan akan digelar pada September di New York, sesi ke-80 UNGA diperkirakan akan menyaksikan dukungan global yang semakin besar terhadap pengakuan Palestina sebagai negara resmi.
Pewarta: Xinhua
Editor: Michael Teguh Adiputra Siahaan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.