ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Marimutu Sinivasan, ditangkap saat hendak kabur ke Malaysia. Pakar hukum, Hardjuno Wiwoho, menyebut petugas perbatasan di PLBN Entikong yang berhasil menggagalkan upaya Marimutu patut diberikan penghargaan.
"Kinerja petugas perbatasan patut diapresiasi, negara harus memberi penghargaan besar. Mereka telah menjalankan tugas dengan baik dalam mencegah Marimutu Sinivasan, seorang obligor BLBI, melanggar pencegahan yang diterapkan oleh Satgas BLBI. Ini adalah bentuk upaya nyata dalam menjaga kedaulatan hukum dan memastikan pihak-pihak yang memiliki tanggung jawab besar terhadap negara tetap berada dalam pengawasan," ujar Hardjuno dalam keterangannya, Selasa (10/9/2024).
Di satu sisi, Hardjuno juga menyayangkan Marimutu hanya dipertanggungjawabkan secara perdata, bukan pidana. Padahal, katanya, nilai kerugian negara yang ditanggungnya mencapai Rp 29 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus ini cermin adanya ketimpangan dalam penerapan hukum di Indonesia. Kita melihat bahwa obligor dengan kewajiban sebesar Rp 29 triliun hanya dihadapkan pada kasus perdata, sementara pelaku pencurian kecil atau kesalahan perpajakan yang nilainya jauh lebih kecil bisa langsung dijatuhi hukuman pidana," tegasnya.
"Ada ketidakadilan dalam perlakuan hukum yang harus segera kita tangani," tambahnya.
Kandidat doktor bidang Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu berbicara soal kemungkinan justifikasi hukum untuk memperlakukan kasus ini sebagai perdata. Dia menilai perlu dilakukan penerapan hukum progresif yang lebih tegas.
"Benar bahwa secara doktrin hukum, utang seperti yang dialami Marimutu dapat dianggap sebagai persoalan perdata. Namun, kita harus ingat bahwa BLBI bukan kasus biasa. Nilai utang yang melibatkan Rp29 triliun tentu bukanlah jumlah yang bisa kita anggap remeh," terangnya.
"Apalagi, upaya Marimutu untuk meninggalkan negara saat dicegah menunjukkan bahwa ada indikasi niat untuk menghindari kewajiban. Ini semestinya cukup untuk menerapkan pendekatan hukum yang lebih keras dan progresif demi rasa keadilan masyarakat," sambungnya.
Lebih lanjut, dia berharap agar kasus ini tuntas seluruhnya. Hardjuno berharap para obligor bisa menyelesaikan utang-utangnya.
"Kasus Marimutu ini hanya puncak gunung es dari masalah yang lebih besar dalam sistem hukum kita. Negara sudah memberikan waktu dan kesempatan selama lebih dari dua dekade bagi para obligor untuk menyelesaikan kewajibannya. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan. Ada banyak obligor yang terus menunda penyelesaian utangnya tanpa konsekuensi hukum yang memadai," ujar Hardjuno.
"Kita tidak bisa membiarkan obligor-obligor besar terus berlindung di balik status perdata sementara mereka memiliki kewajiban yang sangat besar terhadap negara. Ketidakmampuan untuk menegakkan keadilan secara proporsional akan menciptakan kesan bahwa hukum di negara ini hanya tegas terhadap mereka yang lemah, sementara para pelaku dengan pengaruh besar bisa lolos dengan mudah," pungkasnya.
Sebelumnya, Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Marimutu Sinivasan, ditangkap saat hendak kabur ke Malaysia. Petugas menangkap Bos Texmaco Group itu di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
Penangkapan Marumutu Entikong dibenarkan oleh Dirjen Imigrasi Silmy Karim. Diketahui, Marimutu ditangkap pada Minggu (8/9/2024) sore.
"Iya (ditangkap). Kemarin sore," kata Silmy kepada wartawan, Senin (9/9).
Silmy menjelaskan, petugas menciduk Marimutu saat hendak kabur menggunakan kendaraan. Petugas langsung menahan paspor milik Marimutu.
"Iya paspor ditahan. Ada yang mengantar menggunakan kendaraan," jelasnya.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya..