ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Bareskrim Polri membongkar kasus pencucian uang Rp 2,1 triliun hasil peredaran gelap narkoba jenis sabu. Jaringan narkoba ini dikendalikan oleh seorang narapidana (napi) berinisial HS di Lapas Tarakan.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyebut HS mengendalikan peredaran sabu sejak 2017-2024. Bahkan saat sudah mendekam di balik jeruji, aktivitas haram itu masih dilakukannya.
"Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa terpidana ini telah mengoperasikan dan mengendalikan jaringan peredaran gelap narkoba sejak tahun 2017 hingga tahun 2024," ujar Wahyu dalam jumpa pers di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama tujuh tahun itu, kata Wahyu, HS diketahui telah menyelundupkan 7 ton sabu dari Malaysia ke Indonesia.
Namun, eks Kabaintelkam Polri itu tidak menjelaskan secara terperinci bagaimana cara HS mengendalikan bisnisnya dari dalam lapas. Dia hanya mengatakan bahwa HS dibantu seseorang berinisial F yang kini berstatus status buron atau DPO.
"Tentu dalam melaksanakan kegiatan ini dia dibantu oleh para tersangka lain," kata Wahyu.
Bikin Rusuh di Lapas
Wahyu menyampaikan HS adalah napi di Lapas Tarakan. HS pernah terlibat kerusuhan di dalam penjara.
"Di mana pengungkapan ini berawal dari informasi yang diberikan oleh Pak Dirjen Permasyarakatan Kemenkumham, di mana ada narapidana yang sering membuat onar di Lapas Tarakan Kelas II Provinsi Kalimantan Utara atas nama HS," jelas Wahyu.
Divonis Mati
HS diketahui ditangkap pada 2020 lalu terkait kasus peredaran gelap narkotika. Pada perkara itu, dia divonis hukuman mati.
Namun, hukuman HS diperingan menjadi 14 tahun setelah melakukan upaya hukum banding.
Wahyu menjelaskan bahwa pengungkapan jaringan itu berawal dari pendalaman Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terhadap HS, yang kerap berbuat onar di dalam lapas. Setelah ditelusuri, keonaran itu dilakukan HS untuk menutupi proses pengendalian peredaran narkoba dari dalam lapas.
"Kita menemukan indikasi adanya tindak pidana peredaran gelap narkoba yang masih dikendalikan oleh yang bersangkutan, terutama di wilayah Indonesia bagian tengah khususnya di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur," jelas Wahyu.
"Artinya meskipun di dalam LP (lapas) dia masih memiliki kemampuan untuk mengendalikan dan melaksanakan peredaran gelap narkoba," tambah dia.
Selain mengendalikan peredaran sabu, HS juga melakukan pencucian uang untuk menyamarkan hasil kejahatannya. Aksi itu dilakukan HS dengan melibatkan sejumlah orang.
Beberapa orang yang membantu HS adalah TR yang berperan mengelola uang hasil peredaran sabu, MA dan SJ dengan peran mengelola aset, serta CA, AA, NMY, RO, dan AY yang berperan untuk membantu pencucian uang.
Adapun perputaran uang hasil dari mengendalikan sabu mencapai angka Rp 2,1 triliun. Dari angka itu, total senilai Rp 221 miliar dibelikan sejumlah aset seperti mobil hingga tanah.
Selain hukumannya yang tengah berjalan, HS dikenakan Pasal 3, 4, 5, 6, 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
(ond/mea)