ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Danau ini terlihat membiru takkala perahu yang saya tumpangi bersandar di pesisir Situ Patenggang. Airnya jernih, tenang dan berkilau bagai cermin. Bayangan bukit dan pepohonan yang mengelilingi danau seluas 450 km itu ikut terpantul di sana.
Saya lantas berpikir bagaimana Situ Patenggang ini terbentuk? Lamunan saya buyar ketika kami diminta segera turun. Lalu kedua teman saya mengajak untuk berjalan di sekitar pesisir.
Pohon - pohon pinus dan rerumputan bewarna hijau tumbuh di sekitar pesisir. Suasananya begitu romantis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Danau ini dulunya tempat bertemu sepasang kekasih. Namanya Ki Santang dan Dewi Rengganis. Sang Dewi Rengganis meminta kekasihnya untuk membuatkan danau dan perahu untuk mereka naiki. Kemudian terbentuklah Situ Patenggang," ujar seorang teman.
Saya penasaran dengan cerita itu. Duduk di atas rerumputan dan di bawah pohon pinus, saya kemudian membuka internet. Ternyata lokasi pertemuan dua sejoli itu kini dikenal dengan nama 'Batu Cinta'. Sementara perahu yang dibuat Ki Santang berubah menjadi Pulau Asmara atau Sasaka.
Itu mengapa, jika dilihat sekilas danau itu berbentuk hati. Konon, pasangan yang pernah singgah di Batu Cinta dan mengelilingi Pulau Asmara bisa menemukan cinta abadi. Maka tak heran bila Situ Patenggang menjadi tujuan wisata bagi pasangan muda - mudi.
Situ Patenggang terletak di kawasan Rancabali, Ciwidey, Kabupaten Bandung, pada ketinggian 1.600 meter di kaki Gunung Patuha. Di sekitarnya terdapat hamparan perkebunan teh dan stroberi, sehingga semakin menambah daya tarik Situ Patenggang.
Danau ini tidak hanya terkenal akan kisah romantis Ki Santang dan Dewi Rengganis, tapi juga Farel dan Luna dalam film My Hearth di tahun 2006.
Untuk mencapainya cukup mudah karena tidak jauh dari kota Bandung. Kira - kira, jaranya 47 kilometer dari pusat kota Bandung atau dapat ditempuh dengan kendaraan selama dua jam saja.
Pemerintah setempat agaknya sadar betul, bila Situ Patenggang merupakan objek wisata yang menarik. Jalan aspal yang mulus dan transportasi umum disediakan, sehingga memudahkan orang untuk bertandang ke sini.
Bagi pengunjung yang menggunakan angkutan umum dapat naik bus jurusan Bandung - Ciwidey melalui Terminal Leuwipanjang, Bandung. Sesampainya di terminal Ciwidey, wisatawan dapat berganti angkutan perdesaan ke kawasan Situ Patenggang. Usai turun, wisatawan harus membeli tiket dulu di pintu masuk.
Untuk wisatawan asing dikenakan tiket sebesar Rp 135.000 pada hari kerja dan Rp 185.000 pada hari libur. Sedangkan untuk tarif parkir kendaraan sebesar Rp 3.500 untuk roda dua dan Rp 11.500 untuk roda empat.
Meski dibuka sejak pukul 08.00 WIB hingga malam hari pukul 20.00 WIB, sangat disarankan untuk datang di pagi hari. Saat pagi, suasana Situ Patenggang masih sepi dengan udara dan cuaca yang masih sejuk. Apalagi kalau tujuannya untuk memotret. Hasil gambar pasti akan tampak jauh lebih bagus dibandingkan datang saat siang atau sore hari.
Kebetulan saat itu juga ada sepasang kekasih yang sedang melakukan foto pre-wedding. Mereka melakukannya di atas perahu yang menepi di pinggir pesisir danau. Kabut asap yang masih sedikit menyelimuti danau, sepertinya menghasilkan foto pre-wedding yang apik.
Tampak juga pasangan muda - mudi yang sekadar duduk- duduk santai. Mereka bersanda gurau seraya menikmati suasana Situ Patenggang yang tenang.
Angin sepoi tampak sesekali mengusap wajah dan rambut mereka perlahan. Tiba - tiba, kedua teman saya memanggil "Ayo kak pulang." Padahal saya ingin berlama - lama di sini. Kapan lagi menikmati udara segar dan ketenangan yang jarang saya dapati di Jakarta?
Saya pun segera beranjak dari rumput yang sedari lama saya duduki itu, sembari menatap danau.
"Kalau Ki Santang dan Dewi Rengganis menemukan cinta sejatinya di sini, begitu juga dengan Farel dan Luna dalam film My Heart. Apakah suatu hari saya juga akan menemukan cinta sejati karena tempat ini?"
Semoga saya bisa kembali menghirup udara segar, merasakan ketenangan, dan menemukan cinta sejati di destinasi wisata selanjutnya. Sumenep misalnya.