ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Indonesia mencatat kenaikan 13 peringkat di UN E-Government Survey 2024. Tercatat pada tahun 2022 Indonesia menempati peringkat ke-77, lallu naik menjadi peringkat 64 di tahun 2024 di antara 193 negara anggota PBB.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas menyebut peningkatan ini mencerminkan upaya nyata pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE).
Menurutnya, capaian tersebut tidak hanya menunjukkan kemajuan transformasi digital pemerintah Indonesia, tetapi juga memberikan dampak positif bagi pelayanan publik dan partisipasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peningkatan capaian ini merupakan komitmen Indonesia dalam transformasi digital pemerintah melalui pembangunan berkelanjutan. Dan kita selalu optimis, cita-cita bangsa Indonesia untuk menghadirkan pelayanan publik semakin mudah diakses akan terwujud melalui keterpaduan layanan digital," kata Anas dalam keterangan tertulis, Jumat (20/9/2024).
Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan PBB tahun-tahun sebelumnya, peringkat Indonesia menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Pertama kali ikut serta pada tahun 2008, Indonesia berada pada peringkat 106 hingga pada tahun 2018 berada pada peringkat 107.
Melalui komitmen Presiden RI Joko Widodo berupa penetapan Peraturan Presiden nomor 95 tahun 2018 tentang SPBE, terjadi peningkatan signifikan di tahun 2020 meningkat menjadi peringkat 88, tahun 2022 meningkat kembali menjadi peringkat 77, hingga saat ini pada tahun 2024 menjadi peringkat 64. Sejak diterapkannya kebijakan SPBE, Indonesia telah meningkat signifikan 43 peringkat, yang semula 107 di 2018 menjadi peringkat 64 di 2024.
UN E-Government Survey 2024 kali ini mengusung tema 'Accelerating Digital Transformation for Sustainable Development' yang bertujuan membantu negara-negara anggota mengidentifikasi kekuatan dan tantangan masing-masing dalam implementasi pemerintah digital. Khusus tahun 2024 ini, survei tersebut memasukkan strategi penerapan kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dalam survei ini, Indonesia mencetak skor 0.7991, yang menempatkan Indonesia, untuk pertama kalinya, dalam kategori Very High E-Government Development Index (VHEGDI).
Survei ini menilai kinerja negara berdasarkan tiga dimensi utama: Indeks Pelayanan Online (Online Service Index/OSI), Infrastruktur Telekomunikasi (Telecommunication Infrastructure Index/TII), dan Sumber Daya Manusia (Human Capital Index/HCI).
Dalam setiap dimensi tersebut, Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan capaian skor 0.8035 untuk OSI yang menunjukkan banyak layanan pemerintah kini dapat diakses secara digital dengan mudah oleh masyarakat. Selain itu, Indonesia meraih skor 0.8645 untuk TII, yang mencerminkan penguatan jaringan dan akses internet di seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil. Sementara untuk HCI, Indonesia memperoleh skor 0.7293, yang sudah berada di atas rata-rata dunia dan regional Asia.
Indonesia juga mencatatkan kemajuan yang signifikan dalam E-Participation Index, naik dua peringkat dari 37 menjadi 35, dengan skor 0.7945. Peningkatan ini mencerminkan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan digital atau meningkatnya keaktifan warga untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Anas berharap partisipasi yang lebih baik dapat memperkuat demokrasi dan meningkatkan transparansi dalam pemerintahan.
Lebih lanjut, Indonesia mencatatkan skor 0.8718 dalam Open Government Data Index, berhasil mempertahankan posisi dalam kategori Very High Open Government Data Index (VHOGDI). Capaian ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan akses publik terhadap data, yang mendorong transparansi dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengawasan serta pengambilan keputusan.
Lebih lanjut, PBB menekankan kesenjangan digital masih menjadi isu besar, terutama di negara-negara berkembang. Pasalnya, akses yang tidak merata dan kapasitas yang bervariasi dapat mengancam kemajuan menuju Agenda 2030.
Indonesia dan negara berkembang lainnya dituntut mempercepat upaya dan inovasi dalam menjembatani kesenjangan tersebut. Di tingkat global, kesenjangan dalam akses dan pemanfaatan teknologi digital berpotensi memperlebar jurang perbedaan antara negara maju dan negara berkembang.
Anas menambahkan hasil survei tersebut perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan. Kementerian PAN-RB sebagai Ketua Tim Koordinasi SPBE Nasional menjadikan ini sebagai momentum untuk memperkuat implementasi SPBE di seluruh Indonesia.
Mantan Kepala LKPP ini menegaskan perlunya kerja sama dengan berbagai pihak, terutama dalam meningkatkan...