ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan regulasi untuk memperkuat penerapan prinsip tata kelola dan manajemen risiko di lembaga jasa keuangan (LJK). Aturan tersebut berupa Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Lembaga Jasa Keuangan atau POJK SAF LJK.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa mengatakan penerbitan POJK ini merupakan salah satu inisiatif OJK dalam mendukung pengembangan dan penguatan LJK. Selain itu, menindaklanjuti masukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Peraturan Mahkamah Agung No.13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
"Pedoman penerapan Strategi Anti Fraud dalam ketentuan ini ditujukan untuk dapat mengarahkan LJK dalam melakukan pengendalian fraud melalui upaya yang tidak hanya ditujukan untuk mencegah, tapi juga mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan fraud," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (14/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berharap dengan terbitnya aturan tersebut dapat mendorong pelaksanaan implementasi anti fraud bagi LJK di bawah pengawasan OJK secara menyeluruh. Dengan begitu, tercipta ekosistem keuangan yang kuat dan sehat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan aturan tersebut mengatur, seperti penjelasan jenis perbuatan yang tergolong fraud. Kemudian mengatur ruang lingkup pihak yang terlibat, seperti LJK dan organisasi yang dikendalikan, konsumen dan pihak lain yang bekerjasama dengan LJK, termasuk sektor swasta.
Selain itu, aturan itu juga tertuang kewajiban penyusunan dan penyampaian kebijakan SAF, serta penyampaian laporan kejadian fraud, baik laporan rutin maupun insidental, dan sanksi denda keterlambatan penyampaian yang disesuaikan dengan kompleksitas kegiatan usaha LJK.
"Juga kewajiban penerapan fraud detection system disertai peningkatan pemahaman pihak internal dan eksternal yang terkait, dan didukung penerapan manajemen risiko yang memadai," jelasnya.
(ara/ara)