ARTICLE AD BOX
Jayapura -
Alkisah, di zaman dahulu kala, beberapa penduduk purba dari wilayah Papua Nugini melakukan perjalanan panjang dengan mengendarai seekor naga.
Mereka mencari area baru untuk ditempati dan berencana menetap di sana. Malangnya, naga yang mereka kendarai tidak mampu terbang lebih jauh dan akhirnya jatuh dan mati di sebuah danau besar-Danau Sentani.
Para penunggang naga yang selamat berusaha bertahan dan hidup di atas tubuh naga. Konon, lama-kelamaan bagian-bagian tubuh naga itu mengeras dan berubah menjadi pulau-pulau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala naga menjadi pulau di sisi timur danau, bagian ekornya menjadi pulau di sisi barat, dan tubuhnya menjadi pulau di bagian tengah.
Legenda tentang naga Danau Sentani dan asal usul penduduk yang menempati pulau-pulau di sekitarnya ini masih turun temurun diceritakan para tetua adat di Danau Sentani. Termasuk di Pulau Asei, pulau yang konon tercipta dari tubuh naga.
Lukisan Kulit Kayu di Asei
Pulau Asei terkenal sebagai penghasil kerajinan lukisan di atas kulit pohon Khombhow, para wisatawan yang datang berkunjung bisa membeli lukisan ini sekaligus melihat proses pembuatannya.
Malo, begitu masyarakat setempat menyebut lukisan kulit kayu. Lukisan kulit kayu inilah yang membawa saya dan seorang kawan mengunjungi pulau yang termasuk ke dalam Distrik Sentani Timur ini.
Kami menaiki perahu dari Dermaga Khalkote, dermaga yang biasa digunakan untuk Festival Danau Sentani. Begitu turun dari perahu, deretan penjual lukisan kulit kayu langsung bisa terlihat di sana.
Dengan ramah mereka menawarkan lukisan kayunya kepada kami. Salah satunya adalah anak dari Mama Corry, yang dengan aktif mengajak kami melihat lukisan buatan ibunya.
Malo milik Mama Corry dijual dengan harga mulai dari Rp 150 ribu hingga 1,5 juta rupiah, tergantung ukurannya. Harga itu jauh lebih murah kalau dibanding harga di toko souvenir di pusat Kota Jayapura.
Warisan Turun Temurun
Mama Corry mengaku diajarkan cara melukis kayu ini oleh orang tuanya sejak ia duduk di bangku sekolah. Dan menurutnya, hingga saat ini keterampilan melukis di atas kulit kayu ini masih terus dilestarikan.
Anak-anak Kampung Asei sedari dini diwajibkan mempelajari keterampilan ini. Lukisan ini dilukis di atas kulit pohon dengan menggunakan perwarna tradisional yang berasal dari pigmen tumbuhan, arang, tanah liat dan kapur sirih.
Motifnya bermacam-macam, mulai dari fauna dan flora yang ada di Sentani, motif geometris, perahu, hingga simbol-simbol keondoafian (simbol kerajaan).
Mama Corry menjamin kalau lukisan di atas kulit kayu ini bisa bertahan hingga bertahun-tahun dan tak mudah usang dimakan usia. Bahkan sudah ada yang berusia ratusan tahun.
Lukisan ini juga dipamerkan di Musee d'Ethnographie du Trocadero, sebuah museum terkenal di Paris yang memamerkan karya seni antropologi dari berbagai belahan dunia.
Bukan hanya Pulau Asei yang punya pesona. Ada 22 pulau lainnya di Danau Sentani yang juga menyimpan budaya dan keunikan yang berbeda-beda.
Ada Pulai Yaboi-yang pernah dikunjungi Sandiaga Uno-yang terkenal sebagai penghasil sagu, Kampung Abar yang masih memertahankan kerajinan tembikar, dan pulau tak berpenghuni seperti Pulau Hosena.
Banyak Pulau di Indonesia yang Memesona
Danau Sentani di Papua adalah salah satu dari sekian banyak destinasi alam Indonesia yang luar biasa indah. Sepanjang mata memandang, yang terlihat hanyalah wisata yang memesona. Namun memang, letaknya yang jauh di Tanah Papua menyebabkan ongkos transportasi ke sana menjadi amat mahal.
Nah jika dana belum mencukupi untuk bisa ke Sentani, ada satu destinasi wisata di Indonesia yang juga sangat indah, yang menjadi target kunjungan saya selanjutnya.
Destinasi itu adalah Sumenep yang terletak di Pulau Madura, Jawa Timur. Sumenep punya banyak gili (pulau) dan pantai indah. Salah satunya adalah Gili Liyang.
Bukan hanya punya gugusan laut berwarna biru jernih dengan pasir putih, pulau kecil yang berada di sebelah timur Pulau Madura ini pernah dinobatkan sebagai kawasan dengan kadar oksigen terbaik kedua di dunia 2005, setelah Laut Mati, Yordania.
Saya pernah mencicipi udara di Laut Mati dan jadi penasaran bagaimana rasanya menghirup udara penuh oksigen di Gili Liyang yang konon bikin penduduknya awet muda. Ada pula Pantai Sembilan dan Pantai Slopeng, pantai berpasir putih yang tak kalah cantiknya dengan pantai-pantai di Bali.
Sumenep juga punya sejarah yang kaya, ada masjid dan keraton tua di sana, yang merupakan keraton terakhir yang bertahan di Jawa Timur.
Masjidnya pun punya desain unik yang lahir dari akulturasi berbagai budaya dan bangsa. Ada juga Kota Tua Kalianget yang punya bangunan lama seperti bekas benteng Belanda dan rumah-rumah bercorak Eropa.
Pantas, kan, kalau Sumenep jadi destinasi saya selanjutnya?
------
Yuk ikut menjelajah keindahan Sumenep dengan mengirim cerita perjalanan kamu. Klik di sini.