Kesan Pertama Begitu Menggoda, Debut Naik Kereta Api ke Jawa Timur

Jakarta -

Bisa jadi naik kereta api jarak jauh lumrah bagi traveler lain, namun tidak bagiku. Ini perjalanan pertamaku naik kereta api jarak jauh, dari Stasiun Pasar Senen ke Tulungagung.

Ketika ada tantangan menulis perjalanan maka yang menjadi pilihanku adalah soal pengalaman pertamaku menuju Tulungagung menggunakan kereta api. Norak memang, namun sangat mengensankan.

Pengalaman itu sangat membekas karena itu menjadi debutku naik kereta api. Bibirku terus-menerus merapal ketakjuban akan kejutan-kejutan yang diberikan dalam perjalanan berkereta api. Sejak masuk stasiun, duduk, suasana di dalam gerbong, singgah di stasiun, dan yang lainnya.

Setiap berhenti di stasiun aku akan "Oh Madiun!, oh Ngawi!"

Reaksiku melihat stasion persinggahan itu membuat teman-teman seperjalananku tertawa. Menurut mereka stasiun-stasiun itu biasanya sesuai dengan adalah kota-kota atau daerah tempat stasiun itu berada. Ya, mereka menyebut bahwa betul-betul ada kota bernama Madiun, ada juga Ngawi. Selain itu, masih banyak lagi stasiun yang kami singgahi.

"Yah, namanya juga pertama kalinya," begitulah mereka menggodaku.

Sebagai seorang ibu yang sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga, perjalanan jauh bukanlah sesuatu yang sering kulakukan. Namun, kali ini ada sebuah kesempatan yang tidak bisa aku lewatka, mengunjungi Tulungagung di Jawa Timur untuk menghadiri acara pernikahan putra atasanku di kantor.

Itu bukan hanya sekadar perjalanan biasa. Yang pertama, ini adalah perjalanan pertamaku aku naik kereta api jarak jauh. Yang kedua, aku berkereta api bersama 20 orang teman kantor. Anggap saja semi gathering di dalam kereta api.

Terkesan Stasiun Pasar Senen

Kami berkumpul di Stasiun Pasar Senen dan menggunakan Kereta Api Eksekutif Singasari. Kereta ini jam keberangkatannya yang paling sesuai dengan acara undangan tersebut.

Perjalananku dimulai dari Stasiun Pasar Senen (SENN), stasiun yang sangat familiar bagi banyak warga Jakarta. Dengan arsitektur kolonialnya yang khas, stasiun itu menjadi saksi banyak perjalanan penting. Dan, kali ini, aku adalah salah satu penumpangnya.

Kami pun menaiki gerbong sesuai tiket dan wow, takjub sih kursi dengan jarak yang luas. Kursi bisa diubah posisinya padahal katanya Singasari ini masih eksekutif gerbong lama jadi kecanggihan dan kenyamanan belum seperti gerbong baru. Tetapi, itu saja sudah cukup nyaman buat penumpang.

Selain itu, suasana yang tenang membuatku merasa siap untuk menempuh perjalanan panjang. Perjalanan dari Jakarta menuju Tulungagung akan memakan waktu sekitar 12-13 jam.

Salah satu hal yang paling membuatku kagum dalam perjalanan ini adalah banyaknya stasiun yang kami singgahi.

Sebagai seseorang yang biasanya hanya bepergian dengan pesawat atau mobil, pengalaman berhenti di berbagai stasiun yang berbeda adalah sesuatu yang baru dan menarik.

Saat Subuh, kami mampir di Stasiun Wates selama 20 menit dan bisa turun untuk melakukan sholat berjamaah di musala stasiun. Stasiun-stasiun kecil di pedesaan Jawa memberikan pemandangan yang menenangkan, dengan sawah hijau dan gunung di kejauhan.

Sementara itu, stasiun-stasiun besar seperti Stasiun Cirebon dan Stasiun Madiun menawarkan kilasan kehidupan perkotaan yang sibuk.

Pemandangan indah dari jendela kereta, mulai dari hamparan sawah yang luas, pegunungan yang menjulang, hingga desa-desa yang tenang, menambah rasa kagum dalam perjalanan ini. Setiap kali kereta berhenti di sebuah stasiun, aku merasa seolah-olah sedang diajak untuk mengintip kehidupan di kota atau desa tersebut, meskipun hanya dalam waktu singkat.

Seiring berjalannya waktu, aku semakin menyadari betapa istimewanya perjalanan ini. Duduk di kursi yang nyaman sambil menikmati pemandangan luar. Aku merasa perjalanan dengan kereta api dari Stasiun pasar Senen memberikan kesempatan untuk benar-benar menikmati momen tanpa terburu-buru.

Bahkan, kami bisa saling canda gurau dengan posisi berdiri, berjalan di lorong kereta atau mampir ke gerbong restorasi menikmati kuliner yang disediakan KAI.

Tidak seperti perjalanan udara yang cepat dan langsung, perjalanan kereta api ini memberikan pengalaman yang lebih menyeluruh. Aku bisa melihat bagaimana lanskap berubah secara perlahan, dari hiruk-pikuk kota besar di Jakarta hingga ketenangan pedesaan di Jawa Timur.

Aku bisa merasakan bagaimana budaya dan kehidupan masyarakat Jawa semakin terasa semakin jauh kereta melaju ke timur. Lalu kami pun tiba di Stasiun Tulungagung.

Setelah meninggalkan stasiun, kami langsung menuju Restoran Gurami Seduri untuk santap siang. Itu merupakan restoran dengan suasana pedesaan dan menu ikan yang memanjakan lidah.

Setelahnya kami menuju hotel dan bersiap untuk menuju lokasi undangan pernikahan kolega kami. Acara undangan berjalan lancar, keluarga besan kaget melihat rombongan kami yang jauh dari Jakarta bisa tetap happy di lokasi dan tak disangka aku juga pada kesempatan yang sempit ini masih diberi rzeki bertemu teman semasa kuliah dulu.

Saat di restorasi aku ngobrol dengan penumpang lainnya, ternyata stasiun akhir kami adalah Blitar dan menurutnya kalau ada waktu lagi nanti naik kereta api sampai Surabaya lalu lanjut naik darat melewati jembatan Suramadu selama 5-6 jam menuju Sumenep.

Wah, Sumenep itu Jawa Timur? Selama ini, aku pikir itu wilayah yang berbeda.

Menurutnya meskipun perjalanannya memakan waktu, Sumenep menawarkan pengalaman yang berbeda dengan keindahan alam dan budaya Madura yang khas. Jadi, meskipun jauh, perjalanan ini bisa menjadi petualangan yang menarik.

Sedikit informasi yang kudengar langsung membuat otakku travelling wah ada apa ya di Sumenep? Langsung nanya Google dan keywordnya Gili Ilyang bisa bikin kamu panjang umur!

Huwaa makin penasaran dibuatnya, bukan hanya itu Sumenep juga punya keraton dan aneka kuliner yang bakalan bikin perjalanan semakin mengesankan. Perjalanan pertama kali ke Jawa Timur namun sudah membuat aku bermimpi untuk menjelajah destinasi wisata yang ada, well semoga Allah akan mengizinkanku mengeksplor Jawa timur!