ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Hukum pewarisan diatur secara rigid. Salah satunya soal pembagian rumah yang menjadi aset waris.
Hal itu menjadi salah satu pertanyaan pembaca detik's Advocate. Yaitu:
Dear Detik,
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya ingin bertanya tentang status hak waris dari keluarga kami, siapa yang berhak dan siapa yg tidak berhak secara hukum perdata.
Kakek dan Nenek keduanya sudah almarhum, dahulu keduanya menikah masing-masing membawa anak dari pernikahan sebelumnya. Almarhum Nenek saya memiliki 2 anak bawaan dari pernikahan sebelumnya, sebut saja Ali dan Anton. Almarhum Kakek saya memiliki 3 anak bawaan dari pernikahan sebelumnya, sebut saja Rani, Rina dan Ahmad.
Lalu kemudian keduanya menikah, mendapatkan 4 orang anak, sebut saja Martin, Mario, Billy dan Bobby.
Alm Kakek saya dari pernikahan yang sebelumnya memiliki sebuah rumah. Kondisi saat ini anak-anak dari almarhum Kakek dan almarhum Nenek saya juga sudah meninggal dunia. Yang hidup saat ini adalah istri dari Martin, Mario dan anak-anak dari 9 anak tersebut di atas, alias cucu-ucunya.
Dari kondisi tersebut di atas, berdasarkan hukum perdata siapakah yg berhak mendapatkan ahli waris?
Demikian pertanyaan yang dapat saya sampaikan, kiranya bisa mendapat pencerahan atas pertanyaan tersebut.
Terima kasih Detik.
Salam Hangat
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum dari Advokat Hadiansyah Saputra, S.H. Berikut pendapatnya:
PENDAPAT HUKUM:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara ajukan, untuk menghindari kekeliruan sebagai penegasan secara perdata yang Saudara maksud kami artikan sebagai ketentuan waris dengan mengacu pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesia) (selanjutnya disebut "KUHPerdata").
Ketentuan waris di dalam hukum perdata, diatur antara lain di dalam Pasal 830 sampai dengan 1130KUHPerdata, dimana dalam Pasal 830 telah ditentukan secara tegas bahwa "pewarisan hanya terjadi karena kematian". Sedangkan mengenai siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris (ahli waris ab intestato/ahli waris yang tidak memerlukan adanya wasiat) telah ditentukan di dalam Pasal 832 KUHPerdata, sebagai berikut:
"Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini. Bila keluarga sedarah dan suami atau isteri yang hidup terlama tidak ada, maka semua harta peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang orang yang meninggal tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu".
Pada prinsipnya KUHPerdata membagi ahli waris menjadi empat golongan:
1. Golongan kesatu : suami/istri yang hidup terlama, keluarga dalam garis lurus ke bawah meliputi anak-anak beserta keturunannya.
2. Golongan kedua: Orang tua dan saudara kandung Pewaris beserta keturunannya.
3. Golongan ketiga: Meliputi kakek, nenek dan keluarga dalam garis lurus keatas dari Pewaris.
4. Golongan keempat: Meliputi saudara dari pihak bapak maupun pihak ibu dalam garis menyamping beserta keturunannya sampai dengan derajat keenam dari Pewaris dan saudara dari pihak kakek maupun nenek dalam garis menyamping beserta keturunannya sampai dengan derajat keenam dari Pewaris.
Dengan ketentuan, apabila Golongan kesatu masih ada maka Golongan kedua, Golongan ketiga dan keempat terhalang dan tidak berhak mendapatkan waris, demikian pula selanjutnya secara berurutan sesuai urutan golongannya. Apabila keempat golongan tersebut tidak ada, maka harta warisan akan jatuh kepada Negara, dalam hal ini dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan.
Lebih lanjut mengenai pewarisan para keluarga sedarah yang sah dan suami atau isteri yang hidup terlama diatur di dalam KUHPerdata Buku Kedua pada Bagian 2 Pasal 852 sampai dengan Pasal 861. Dimana ketentuan Pasal 852 menentukan:
"Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu. Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi se...