Jimly Sebut Politik RI Seperti Kerajaan, PD: Negara Terus Berproses

1 month ago 23
ARTICLE AD BOX
winjudi situs winjudi online winjudi slot online winjudi online slot gacor online situs slot gacor online link slot gacor online demo slot gacor online rtp slot gacor online slot gacor online terkini situs slot gacor online terkini link slot gacor online terkini demo slot gacor online terkini rtp slot gacor online terkini Akun slot gacor online Akun situs slot gacor online Akun link slot gacor online Akun demo slot gacor online Akun rtp slot gacor online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya winjudi

Jakarta -

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut budaya politik Indonesia seperti kerajaan atau monarki meski bentuk pemerintahannya adalah republik. Partai Demokrat (PD) berbicara perlu proses untuk menjadi negara maju.

"Ya namanya sebagai negara bangsa kan Indonesia masih terus berproses, butuh waktu untuk mencapai kematangan, karena itu kita punya goal, punya gagasan dan tujuan menuju Indonesia Emas 2045, tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, kepada wartawan, Selasa (20/8/2024).

Herzaky mengatakan Indonesia serta para pemimpinnya tentu memiliki tujuan. Dia mengaku wajar saja jika ada hal yang masih dinilai kurang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di situlah kita punya milestone agar praktik-praktik kenegaraan kita bisa semakin matang dan bergerak maju. Hari ini kita akui memang masih ada kekurangan, tetapi kita bersyukur kita sebagai negara bangsa, negara kesatuan, masih terus bertahan di terpaan, zaman, dari berbagai ancaman, hambatan, tantangan, gangguan, sebagai negara kita tetap kokoh berdiri tegak, padahal negara lain bahkan lebih besar daripada kita itu telah pecah belah," katanya.

"Inilah kekuatan kita sebagai satu bangsa karena kita terus bergerak maju berproses. Ada semangat Bhinneka Tunggal Ika," sambungnya.

Lebih lanjut, Herzaky mengatakan semua pihak harusnya sama-sama bersatu untuk membuat negara maju. Di sisi lain, menurutnya, kritik diperlukan untuk mengingatkan.

"Ini juga yang menjadi pondasi negara kita, hari ini kita punya konsensus, kesatuan Republik Indonesia, kalau dirasa ada yang kurang pas, belum sempurna, ya wajar, mari kita saling mengingatkan, ayo kita saling bergandengan tangan, saling mengormati perbedaan tapi dengan semangat bagaimana membangun Indonesia yang lebih baik dari waktu ke waktu," katanya.

Jimly: Budaya Politik RI Kerajaan

Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik. Namun, menurut dia, budaya politik yang terlihat hari ini cenderung menerapkan sistem monarki atau kerajaan.

Hal itu disampaikan Jimly dalam pidatonya di acara dialog nasional bertajuk 'Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial' dalam rangka memperingati HUT ke-19 Komisi Yudisial. Jimly mulanya mengajak untuk mencermati apa yang perlu dievaluasi dan benahi baik dari segi aturan-aturan konstitusi, institusi ketatanegaraan, hingga budaya konstitusional.

Dia bercerita tentang sejarah pada masa kemerdekaan. Saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tentang penentuan bentuk pemerintahan Indonesia, dilakukan pemungutan suara untuk menentukannya.

"Undang-Undang Dasar itu ndak ada yang pakai voting itu, ndak ada. Tetapi ketika kita mau merumuskan apakah bentuk negara kita republik atau bukan, itu terpaksa voting," ujar Jimly di gedung Komisi Yudisial, Selasa (20/8).

"Kenapa mesti di-voting? Ya karena ada sembilan orang yang ngotot tidak mau. Maka waktu di-voting yang memilih republik jumlahnya 55, yang minta supaya kita ini kerajaan, yang ngotot itu tadi 9 orang. Waktu voting jadi 6 orang yang minta kerajaan itu," lanjutnya.

Menurut Jimly, akan beda cerita jika penentuan bentuk pemerintahan Indonesia tak dilakukan dalam forum kecil, melainkan dibuat sebuah forum yang lebih luas seperti referendum. Jimly menilai kebanyakan masyarakat Indonesia sebetulnya tidak paham dengan bentuk pemerintahan republik karena lebih familiar dengan istilah kerajaan.

"Karena orang-orang kampung kita dari Sabang sampai Merauke nggak tahu apa itu republik. Bahasaapa itu kan? Tapi kalau dibilang kesultanan, ah tahu semua," ungkap Jimly.

Jimly mengungkapkan, budaya politik ini yang kemudian terbawa hingga saat ini, meski pemerintahan Indonesia telah diputus berbentuk republik.

"Jadi budaya politik kita ini, kesadaran kognitif mayoritas rakyat kita ini kerajaan. Bentuk formalnya kita ini republik. Itu kan pilihan enlightened leaders, orang-orang terdidik. Tapi budaya politik kita monarki, itulah, kerajaan. Bentuk republik, kelakuan kita kerajaan," imbuh Jimly.

"Inggris bentuk formalnya monarki, kelakuannya republik. Australia sama, Belanda sama, kerajaan, kelakuannya republik. Tapi kita terbalik. Oleh karena itu, kita penting evaluasi," pungkasnya.

(azh/jbr)

Read Entire Article