ARTICLE AD BOX
Cilacap -
Pertamina mengambil inisiatif memproduksi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Inisiatif serius tersebut ditunjukkan lewat pembangunan kilang hijau atau green refinery di kilang terbesar yang dimilikinya saat ini, Kilang Pertamina Cilacap atau Refinery Unit IV Cilacap.
Direktur Operasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Didik Bahagia mengatakan, inovasi ini harus dilakukan agar dapat beradaptasi terhadap tantangan zaman saat ini. Namun perusahaan disadari tak bisa bergerak sendiri, butuh kolaborasi dengan berbagai stakeholder agar formula yang dimiliki bisa dijalankan demi kemandirian dan ketahanan energi yang berkelanjutan.
"Pertamina tidak bisa hadir sendiri. Butuh kolaborasi semua elemen, semua stakeholder, yang meliputi para pemasok (minyak nabati dan jelantah), produsen sudah siap memproduksi ini, dan calon konsumen yang akan menggunakan HVO atau SAF." katanya saat ditemui di Kilang Cilacap, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu jaminan keberlanjutan yang diharapkan Pertamina adalah regulasi. Dengan adanya kebijakan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, diharapkan menjadi bensin Pertamina untuk terus mengembangkan produk-produk ramah lingkungan lainnya.
"Yang kami butuhkan regulasi dari pemerintah sebagai payung hukum supaya HVO dan SAF ini bisa dipakai secara sustain ke depannya dan menurunkan emisi yang luar biasa." kata Didik.
Pertamina sendiri setidaknya telah memproduksi dua produk bahan bakar ramah lingkungan untuk diesel dan avtur. Pada tahap I, Pertamina telah berhasil mengembangkan dua produk energi hijau, yakni Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan sustainable aviation fuel (SAF).
Untuk HVO, Pertamina telah mengemasnya dalam produk Pertamina Renewable Diesel D100 atau yang lebih sering disebut sebagai Pertamina RD. Pertamina RD merupakan bahan bakar nabati ramah lingkungan yang telah meraih sertifikat International Sustainability and Carbon Certification (ISCC).
Dengan sertifikasi ISCC ini, HVO Pertamina diakui atas kontribusinya dalam menurunkan emisi karbon hingga 65-70% dibandingkan dengan bahan bakar konvensional, sehingga dengan layak dapat disebut sebagai produk ramah lingkungan.
KPI juga berhasil memproduksi SAF J2.4 di Refinery Unit IV Cilacap dengan teknologi Co-Processing dari bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO), atau minyak inti sawit yang telah mengalami proses pengolahan pemucatan, penghilangan asam lemak bebas dan bau, dengan kapasitas 1.350 kilo liter (KL) per hari. SAF telah berhasil digunakan dalam penerbangan komersil perdana Garuda Indonesia pada pesawat Boeing 737-800 NG.
Hasil dari serangkaian pengujian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa performa SAF J2.4 memiliki kualitas yang sama dengan avtur konvensional, namun lebih ramah lingkungan.
"Pertamina selalu berkomitmen untuk selalu hadir melayani negara ini menyediakan energi nasional dan menjaga ini lebih secure." kata Didik.
(eds/rrd)