ARTICLE AD BOX
Jakarta -
KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Berdasarkan pengusutan KPK, kasus korupsi ini merugikan negara hingga ratusan miliar Rupiah.
Kasus ini berawal dari PT Totalindo Eka Persada (PT TEP) menawarkan kerja sama dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) di Februari 2019. Kerja sama itu berkaitan dengan pembelian enam bidang tanah milik PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE).
"Pada tanggal 18 Februari 2019, PT TEP mengirimkan surat tentang Kerja Sama Pengelolaan Lahan seluas 11,7 Ha yang berlokasi di Jalan Rorotan Marunda, Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dengan harga penawaran Rp 3,2 juta/m2 menggunakan skema KSO (kerja sama operasional)," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/9/24).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tahapan ini, Yoory Corneles beserta Indra S Arharrys (ISA) selaku Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, mengetahui harga wajar tanah Rorotan yang ditawarkan oleh PT TEP sebetulnya jauh di bawah harga penawaran PT TEP yakni dibawah Rp 2 juta/m2.
Yoory bahkan mengarahkan agar tidak perlu menunjuk KJPP independen untuk melakukan penilaian harga wajar tanah. Dia mengatakan hal itu cukup menggunakan laporan penilaian BPMD SJ yang ditunjuk oleh PT TEP.
"Hal tersebut bertentangan dengan Pergub DKI No. 50 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa BUMD dan Pergub DKI No. 51 Tahun 2019 tentang Penugasan kepada BUMD terkait Penyediaan Rumah untuk MBR," jelas Asep.
Asep mengatakan pada 6 Maret 2019 Yoory Corneles dan Direktur Utama PT TEP, Donald Sihombing (DNS), melakukan penandatanganan Perjanjian Pendahuluan tentang Perjanjian KSO Proyek Tanah Rorotan antara PPSJ dengan PT TEP. Dalam surat perjanjian tersebut, PT TEP mengaku sebagai pemilik sah atas enam bidang tanah seluas 11,7 Ha atas nama PT NKRE.
"Padahal pihak PT TEP mengetahui bahwa saat itu keenam SHGB tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT TEP," beber Asep.
Tak lama setelahnya, Yoory Corneles memerintahkan agar transaksi skema KSO diubah menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal karena tidak mendapat persetujuan Dewas BUMD SJ.
Asep mengatakan pada Maret 2019, Yoory Corneles dan Donald Sihombing melakukan penandatanganan enam Akta PPJB atas enam bidang tanah Rorotan dan BUND SJ membayar uang muka pembelian tanah kepada PT TEP sebesar Rp150 Miliar walaupun saat itu PT TEP belum melunasi kewajiban pembayaran tanah kepada PT NKRE.
"Pada periode bulan April sampai dengan September 2019, PPSJ telah melakukan beberapa kali pembayaran senilai Rp201 miliar kepada PT TEP. Dengan demikian, total pembayaran untuk tanah seluas 11,7 Ha dari PPSJ kepada PT TEP adalah Rp 351 miliar," ungkap Asep.
Kemudian pada tanggal 22 Februari 2021, BUMD SJ melakukan pelunasan atas penambahan luas tanah Rorotan dengan membayar Rp 14 miliar kepada PT TEP. Dengan demikian, total uang pembayaran yang telah dikeluarkan BUMD SJ kepada PT TEP untuk pembelian tanah Rorotan seluas 12,3 Ha (11,7 Ha luas awal ditambah 0,6 Ha penambahan luas pasca pengukuran ulang) adalah Rp 370 miliar.
KPK mengatakan Yoory Corneles telah menentukan lokasi lahan Rorotan yang akan dibeli secara sepihak tanpa didahului kajian teknis yang komprehensif. Tindakan itu dilakukan meskipun kondisi lahan berawa dan membutuhkan biaya pematangan lahan yang cukup besar.
Selain itu, kondisi lahan tidak memenuhi kriteria teknis lahan rumah susun sederhana (rusuna) sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 3 Pergub DKI No. 27 Tahun 2009 tentang Pembangunan Rumah Susun Sederhana.
"Penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan lahan Jl. Rorotan-Marunda 11,7 Ha yang dilakukan YCP tersebut diduga dipengaruhi dan terkait adanya penerimaan fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. YCP diduga menerima valas dalam denominasi SGD sejumlah Rp 3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada," jelas Asep.
Kongkalikong dari para tersangka itu menimbulkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah. "Terdapat kerugian negara/daerah setidaknya sebesar Rp 223 miliar (Rp 223.852.761.192,00) yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada Tahun 2019-2021," tutur Asep.
Berikut 5 tersangka kasus korupsi lahan di Rorotan Jakut:
1. YCP (Yoory C Pinontoan), Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya
2. ISA (Indra S. Arharrys),Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya
3. DNS (Donald Sihombing), Direktu...