ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengajukan anggaran Rp 250 juta untuk mengkaji reklamasi pulau sampah. Namun, Komisi D DPRD DKI Jakarta menolak anggaran tersebut.
"Benar. Jadi kita menolak pengkajian sekitar Rp 250 juta karena ini kan pintu masuk untuk kegiatan ke depannya. Mereka mengusulkan itu di APBD perubahan, bukan di APBD kemarin," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Nova Harivan Paloh kepada wartawan, Rabu (14/82024).
Politikus NasDem itu menjelaskan alasan Komisi D tak menyetujui pengajuan anggaran tersebut. Komisi yang membawahi bidang lingkungan itu ingin supaya anggaran lebih dipusatkan untuk pengelolaan sampah di daratan, misalnya melalui infrastruktur RDF dan TPS3R.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaiknya menguatkan kepada kegiatan-kegiatan yang ada di daratan ya, seperti pemanfaatan RDF di Rorotan dan Bantargebang," jelasnya.
Selain itu, Komisi D juga meyakini akan menimbulkan beban baru jika reklamasi dijadikan pulau sampah serta potensi ancaman terhadap biota laut.
"Misalnya kita ingin membuat pengelolaan sampah di pulau akibatnya sampah tercecer sehingga menambah beban lagi kan. Kita tahu beban sampah di Jakarta (sudah) hampir 8 ribu ton," ucapnya.
"Artinya pengelolaan itu bisa merusak biota laut, terus kurang layak lah kalau misalnya kita mengorbankan pulau itu untuk pengelolaan sampah," sambungnya.
Nova menjelaskan, konsep pulau sampah yang dijelaskan oleh DLH berupa pulau reklamasi. Pemprov DKI Jakarta, jelas dia, mengadopsi konsep yang diterapkan di negara Singapura dan Monaco. Namun, Komisi D meyakini bahwa rencana itu pasti membutuhkan anggaran yang tak sedikit.
"Mereka menyebutkan semacam pulau reklamasi. Kita ketahui bersama kalau misalnya reklamasi dengan tujuan istilahnya pulau sampah artinya belum mencapai apa yang diinginkan," jelasnya.
"Benchmarknya mereka kan di negara Singapura dan Monaco, dan Maldive kalau nggak salah. Kita ini kan punya pendudukan hampir 11 juta orang dengan beban sampah yang banyak dan yang paling penting lagi artinya kan kita tidak inginkan juga bahwa nanti sampah-sampah itu tercecer di lapangan, bagaimana nanti juga masuk ke sana bagaimana juga pengelolaan transportasinya. Jangan juga kita menambah beban baru," tambahnya.
Seperti diketahui, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengusulkan pembangunan pulau baru sebagai lokasi pengolahan sampah akhir bagi wilayah aglomerasi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Heru memastikan pembangunan pulau baru ini tidak akan mencemari lingkungan perairan sekitarnya.
"Contoh sudah banyak kan ada di negara lain yang sukses tidak cemarkan (lingkungan perairan), ada di Jepang, ada di Korea, Maldives, ada di Singapura, kita tinggal contoh itu," kata Heru kepada wartawan di Monumen Nasional, Jumat (17/5/2024).
Heru mengatakan jumlah sampah akan terus meningkat dan mempengaruhi lingkungan hidup Jakarta, terutama kualitas air bersih. Menurutnya, pembangunan pulau ini adalah solusi untuk keberlangsungan Jakarta sampai 100 tahun mendatang.
"Karena DKI butuh keberlangsungan lingkungan hidup untuk kebutuhan air bersih. Jadi, sekali lagi, nanti pulau itu nanti terbentuk jadi pulau itu pembuangan sampah akhir," kata Heru.
"Ini kan untuk keberlangsungan 50 tahun, 100 tahun Jakarta. Sekarang sampah saja sudah naik terus kan, 7.800 semakin naik, penduduk juga semakin naik," sambungnya.
Ia pun menyebut ide ini muncul karena tidak ada lagi lahan baru untuk pengolahan sampah di Jabodetabek.
"Itu kan ide pemda DKI untuk mencari tempat, tempat nggak bisa lagi di lahan daratan yang ada di Jakarta maupun di Jabodetabek, ya sama-sama memikirkan itu," ujarnya.
(taa/aud)