ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pipa gas Nord Stream 1 dan 2 yang berada di Laut Baltik, perairan Denmark mengalami kerusakan pada September 2022 lalu. Pada awalnya banyak pihak mengira Rusia yang telah merusak pipa penyaluran gas dari negara mereka ke Eropa.
Namun berdasarkan klaim dalam laporan di Wall Street Journal (WSJ), ternyata pipa gas tersebut diledakkan oleh tim sabotase kecil asal Ukraina. Perusakan pipa itu dilakukan dalam operasi militer yang pada awalnya sempat disetujui oleh Volodymyr Zelenskiy.
Melansir dari The Guardian, Jumat (16/8/2024), operasi sabotase tersebut melibatkan kapal layar kecil dan tim yang beranggotakan enam orang. Tim ini disebut-sebut terdiri tentara Ukraina dan warga sipil dengan keahlian yang relevan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut sumber WSJ, operasi militer tersebut menggunakan pendanaan pihak swasta, namun diarahkan oleh seorang jenderal angkatan darat, yang kemudian juga melapor kepada panglima tertinggi Ukraina saat itu, Valerii Zaluzhnyi.
"Zelenskiy menyetujui rencana tersebut, namun kemudian menarik kembali setelah CIA mengetahuinya dan meminta Kyiv untuk membatalkannya," tulis WSJ dalam laporannya sebagaimana dikutip dari The Guardian.
"Meskipun demikian, Zaluzhnyi tetap melanjutkan misinya," sambung laporan tersebut.
Zaluzhnyi, yang sekarang menjadi duta besar Ukraina untuk Inggris, mengatakan kepada WSJ bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang operasi tersebut. Bahkan dirinya menyebut tuduhan ini sebagai provokasi belaka.
Secara terpisah, pemerintah Ukraina selalu membantah terlibat dalam kasus ledakan pipa Nord Stream tersebut. Bahkan hingga Kamis lalu juru bicara Zelenskiy kembali menuduh Rusia melakukan sabotase.
"Tindakan seperti itu hanya dapat dilakukan dengan sumber daya teknis dan keuangan yang luas... dan siapa yang memiliki semua sumber daya tersebut pada saat pengeboman terjadi? Hanya Rusia," kata Mykhailo Podolyak kepada Reuters.
Badan pemerintahan Ukraina lainnya juga membantah keterlibatan mereka dalam kasus tersebut. Seorang pejabat senior dari SBU, dinas keamanan Ukraina, mengatakan kepada WSJ bahwa tidak mungkin bagi Zelenskiy melakukan tindakan yang akan merugikan negara sekutu mereka.
"Zelenskiy tidak menyetujui penerapan tindakan semacam itu di wilayah negara ketiga dan tidak mengeluarkan perintah yang relevan" terang pejabat itu.
(hns/hns)