ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Ekspor Udang asal Indonesia dituding melanggar aturan anti-dumping dan Countervailing Duties (CvD) atau bea masuk penyeimbang di Amerika Serikat (AS). Alhasil, pengusaha pun tengah membidik pasar lain, seperti China, Jepang, Korea Selatan, hingga negara-negara Timur Tengah.
Founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan pihaknya tengah membidik negara lain untuk ekspor udang, yakni China, Jepang, Korea Selatan, hingga negara-negara Timur Tengah.
Selain AS, China menjadi market terbesar kedua untuk ekspor udang. Selain itu, standar sertifikasi mutu untuk komoditas tersebut juga dapat dipenuhi oleh petambak udang lokal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"AS memang paling besar. China sekarang nomor tiga lah. Eropa ini standar sertifikasi tinggi, jadi tidak dipenuhi oleh petambak kita. Ya, kita bertahap lah karena lagi persiapan sertifikasi, target kita 2026 untuk Eropa. China Jepang Korea marketnya besar, tapi sertifikasinya juga nggak tinggi," terang Gibran kepada awak media, di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2024).
Gibran menilai Indonesia selama ini tidak membuka peluang ekspor udang ke negara lain karena bergantung ke AS. Setelah ada peristiwa ini, dia bilang dapat membuka jalan ke negara lain sehingga pengusaha hingga petambak udang terus berjalan.
"Menurut saya, yang bikin heavily rely on US market itu karena nggak dibuka (market) aja sebenarnya. US udah bisa, marketnya besar, sertifikasinya gampang, marginnya bagus. Setelah pasarnya dibuka ya muda-mudahan buka jalan juga buat industrinya," jelasnya.
Selain itu, tudingan melanggar aturan anti-dumping tersebut mesti segera diselesaikan lantaran AS menjadi negara yang kontribusinya cukup besar untuk pasar udang. Apabila tidak diatasi segera, yang terdampak adalah pengusaha hingga petambak.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, AS menjadi negara nomor satu tujuan ekspor udang dengan volume sebesar 62,17 ribu ton pada periode Januari-Juni 2024. Pada periode yang sama, nilainya mencapai US$ 477,29.
"Kalau jujur, ini jadi masa krusial buat kita. Kalau kita gak bisa divert, industri-nya akan terkena dampak cukup besar. Dan ini kan, kita ada sekitar puluhan triliun ya, ekspor kita per tahun-tahun. Jadi dampaknya nanti, industri-nya lumayan besar," imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (DJPDSKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Budi Sulistiyo, menjelaskan tuduhan ini diajukan oleh American Shrimp Processors Association (ASPA) pada 25 Oktober 2023.
Menurut Budi tuduhan melanggar aturan anti anti-dumping ditujukan kepada Indonesia dan Ekuador. Sementara tuduhan CvD ditujukan kepada empat negara yaitu Indonesia, Vietnam, Ekuador dan India.
"Tanggal 25 Oktober tahun 2023, kita Indonesia menerima petisi yang dikirimkan oleh ASPA, ini asosiasi yang beranggotakan pengolah frozen warmwater shrimp di Amerika Serikat," kata Budi di Konferensi Pers Update Kasus Tuduhan Dumping Udang di Amerika Serikat, Jakarta, Senin (2/9/2024).
(hns/hns)