ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Hidup bertetangga penuh dengan cerita. Ada suka ada duka. Salah satunya soal akses jalan. Bagaimana ceritanya?
Berikut pertanyaan pembaca detik's Advocate:
Jadi saya membeli tanah ke paman saya sekitar 10 tahun lalu, dan dia menyertakan membuat pernyataan di atas materai bahwa akan memberi akses jalan lebar 3 meter ke jalan raya dan surat pernyataan memang tidak ada saksi yang tandatangan dan tidak ditandatangani istri juga walaupun saat itu ada istrinya juga, setelah itu saya urus sertifikat PTSL, dan keluar sertifikat, di SHM tidak ada akses jalan di plot denah sertifikat, padahal akses jalan saya hanya satu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah hampir 10 tahun kita lalui, dan saat ini paman saya tidak mau mengakui kalau jalan yang dia kasih 3 meter, dan dia menyangkal surat pernyataan yang dibuat, setelah kita berunding dia maunya 2 meter saja.
Pertanyaan saya apakah bisa saya menempuh jalur hukum dengan berdasarkan surat pernyataan lebar jalan 3 bermeterai yang di tandatangani paman saya?
Atau apakah langkah yang harus saya tempuh?
Terima kasih.
JAWABAN
Untuk menjawab pertanyaan di atas kami meminta pendapat advokat Hadiansyah Saputra, S.H. Berikut jawaban lengkapnya:
Terima kasih atas pertanyaan yang Saudara ajukan, sehubungan dengan permasalahan hukum yang Saudara alami tentu saja dimungkinkan untuk menempuh jalur hukum, antara lain dengan mendasarkan bahwa surat pernyataan Paman Saudara tersebut dibuat dalam rangka dan merupakan bagian dari hal yang diperjanjikan dan tidak terpisahkan dari perikatan jual beli tanah yang Saudara dan Paman Saudara sepakati 10 tahun lalu sehingga hal tersebut wajib untuk dipenuhi oleh Paman Saudara. Bahkan mungkin akses jalan 3 (tiga) meter tersebut merupakan salah satu atau bahkan alasan utama alasan Saudara mau membeli tanah Paman Saudara tersebut, sehingga seandainya pada saat itu Paman Saudara tidak berjanji akan memberikan akses jalan selebar 3 (tiga) meter tentu Saudara tidak akan mau membeli tanah tersebut.
Jika mengacu pada ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesia) (selanjutnya disebut KUHPerdata), perbuatan Paman Saudara tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan 'cedera janji', 'ingkar janji' atau 'wanprestasi'. Adapun bunyi Pasal 1243 KUHPerdata selengkapnya sebagai berikut:
"Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang ditentukan."
Berdasarkan ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata tersebut, terdapat 3 (tiga) unsur wanprestasi:
Ada perikatan;
Ada salah satu pihak yang 'cedera janji' atau 'ingkar janji';
Telah dinyatakan lalai tetapi, tetap lalai untuk memenuhi perikatan tersebut.
Mengenai pernyataan lalai memenuhi perikatan, Pasal 1238 KUHPerdata memuat ketentuan mengenai pernyataan lalai, sebagai berikut:
"Debitur adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa debitur akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan".
Ketentuan tersebut menyiratkan 2 jenis dasar pernyataan lalai, yaitu:
- Apabila di dalam perikatan telah ditentukan kapan waktunya prestasi harus dilaksanakan, maka Debitur telah dapat dianggap lalai, dengan tidak dipenuhi prestasinya setelah lewatnya waktu tersebut.
- Apabila di dalam perikatan tidak ditentukan kapan waktunya prestasi harus dilaksanakan, maka Debitur telah dapat dianggap lalai, dengan surat peringatan (atau umumnya dengan surat Somasi yang dikirimkan kepada Debitur) yang berisi pemberitahuan dan peringatan atas tidak dipenuhi prestasinya setelah lewatnya waktu tersebut.
Menurut pendapat Prof. Subekti dalam bukunya 'Hukum Perjanjian', bentuk wanprestasi dapat berupa:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh ddilakukannya.
Hal-hal yang dapat Saudara tuntut atas perbuatan wanprestasi Paman Saudara, pada umumnya antara lain:
Pemenuhan perikatan, dimana Saudara hanya meminta pemenuhan terhadap janji di dalam surat pernyataan yang Paman Saudara berikan.
Pemenuhan perikatan dengan permintaan ganti kerugian termasuk biaya-biaya d...