ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Menekankan standar keselamatan yang tinggi dalam setiap penerbangan, Lion Air memiliki tingkat bahaya kala beroperasi kurang dari 1%. Semetara rata-rata maskapai penerbangan di dunia tingkat bahayanya mencapai 3%.
Hal tersebut diutarakan langsung oleh Plt Direktur Utama Lion Group, Wamildan Tsani Panjaitan. Ia menjelaskan bahwa standar keselamatan pihaknya kini berada di posisi paling tinggi di antara maskapai yang lain.
"Jadi saat ini boleh dibilang standard safety Lion Air dan juga Lion Group itu Itu berada di bawah angka 1 persen. Jadi kalau misalnya kita terbang tingkat bahayanya itu di bawah 1 persen dari flightnya Lion Group," ungkap Tsani kepada detikTravel, Rabu (4/9/2024)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, rata-rata tingkat bahaya penerbangan maskapai di seluruh dunia adalah 3%. Hal itulah yang membuatnya tak ragu bahwa perusahaan maskapai yang dipimpinnya saat ini berada di posisi tertinggi untuk urusan standar keselamatan.
"Di dunia itu rata-ratanya adalah 3% makanya saya sampaikan kalau kita berbicara standar keselamatan. Saat ini Lion Air dan Line Group itu berada di posisi yang sangat tinggi sekali," tambahnya.
Selain itu sebagai penunjang keselamatan penerbangan, upaya lain yang diterapkan oleh pihaknya adalah memberikan pelatihan yang rutin kepada setiap pilot-pilotnya. Tsani mengatakan untuk menjadi seorang penerbang yang baik adalah mampu mengatasi semua kondisi dengan tenang dan mengambil keputusan yang tepat.
Di Lion Group menurutnya selama enam bulan pilot akan diberi pelatihan berupa simulasi saat dalam keadaan genting dan juga kondisi cuaca yang ekstrem. Selain diuji dengan kondisi itu, pilot juga akan dibekali cara untuk berkoordinasi dengan baik terlebih saat situasi emergency.
"Kalau seorang penerbang itu tentunya yang dihadapi selama penerbangan itu adalah kondisi emergency ya dan juga kondisi cuaca, dua hal itulah yang paling berat bagi seorang penerbang," ucapnya.
Tsani mengatakan pilot-pilot maskapainya akan bisa mengantisipasi keadaan tersebut karena telah dibekali selama pelatihan sebelum dilepaskan untuk bisa melakukan penerbangan.
"Karena kita dilatih selama 6 bulan, di tes simulator yang isinya latihan emergency terus, kemudian kita bagaimana berkoordinasi dengan kru, dengan Air Traffic Controller, dan juga dengan tim di ground kita yang di airport sejauh ini semuanya bisa diatasi jadi semuanya itu berhubungan dengan antisipasi kita," jelasnya.
Dengan kompetensi-kompetensi yang mumpuni itulah para pilot maskapainya mampu mengendalikan situasi, terlebih mengingat letak geografis Indonesia yang memberikan tantangan bagi pilot saat menerbangkan pesawat.
(bnl/bnl)