ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Serikat Pekerja (SP) Indofarma telah mengendus adanya dugaan fraud di perusahaan sejak tahun 2021. Namun, permasalahan tersebut tak kunjung diselesaikan.
Ketua Umum SP Indofarma Meidawati mengatakan, pihaknya telah menyampaikan dugaan fraud pada tahun 2021 ke Komisi VI DPR. Namun, ia menyebut, suara pekerja tidak pernah didengar. Bahkan, komisaris perusahaan juga telah mencium adanya dugaan fraud tersebut.
"Di 2021 kita sudah bilang, di 2021 kita sudah beraudiensi, di 2021 juga kita sudah masuk ke Komisi VI, mungkin aksesnya nggak seperti sekarang langsung jadi online tersebar. Waktu itu juga RDPU sudah dibilang, artinya sudah ada indikasi-indikasi ke sana, namun suara kami tidak lagi juga didengar secara istilahnya diseriuskan. Artinya di komisaris kami juga sudah mengatakan ini harus diaudit, ada indikasi-indikasi," paparnya di DPR Jakarta, Senin (2/9/20224).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, dugaan indikasi fraud itu seperti menumpuknya pasokan masker. Bukan hanya itu, obat COVID-19 juga banyak yang tidak terjual.
"Kalau dari kami lihat penumpukan barang ya, contoh masker ketika dibuat ada 2 juta box tidak terjual, terus obat-obat COVID yang ada setelah COVID ini kok banyak yang nggak terjual, artinya banyak sekali obat-obat yang menumpuk. Kalau ada penumpukan obat, penumpukan barang, artinya modal kerjanya tertahan di situ, nggak ada akses juga," ungkapnya.
Kondisi semakin terasa parah ketika perusahaan mulai sulit membayarkan gaji. Akhirnya, karyawan pun memberanikan diri untuk buka suara.
"Nah yang semakin parah ketika terjadi di tahun kemarin memang sudah agak susah gajian, tapi masih mampu dibayarkan. Nah yang benar-benar akhirnya kita berani untuk speak up, ya sudah lah ini juga sudah kelihatan kok ketika diaudit ada rasa-rasanya tidak beres, dan ketika melihat ini kok tidak ada akses untuk penyelesaian," ungkapnya.
Jelasnya, SP Indofarma telah menggelar unjuk rasa sebanyak dua kali. Ia menyebut, setelah unjuk rasa ini akhirnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan.
"Nah baru setelah kita unras (unjuk rasa) lagi yang kedua kali BPK langsung kan. Kan kita dua kali demo, di 31 Januari dan di 6 Mei," ungkapnya.
(acd/rir)