ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Tinggal di Kediri belum afdol rasanya bila belum meluangkan waktu untuk melihat langsung Gunung Kelud. Gunung berapi ini terletak di perbatasan tiga wilayah sekaligus, yaitu Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang.
Gunung yang pernah meletus dahsyat pada 14 Februari 2014 lalu ini ternyata memiliki pesona yang luar biasa. Bagi yang tidak menyukai aktivitas hiking tidak perlu khawatir, karena menuju Gunung Kelud dapat dilalui dengan kendaraan roda empat ataupun roda dua.
Namun kendaraan pribadi hanya bisa sampai di area parkir wisatawan. Selanjutnya, menuju puncak Gunung Kelud dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan ojek motor yang dikoordinir oleh warga sekitar dengan tarif sekitar Rp. 40.000 PP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pagi itu, kami berempat sepakat menuju Gunung dengan ketinggian 1.731 MDPL pukul 07.00 dengan mengendarai motor hingga area parkir terakhir (khusus motor).
Ditemani udara yang cukup dingin, embun pagi, kabut, dan keyakinan kami memutuskan berjalan kaki menuju puncak. Perlahan tapi pasti, walaupun sedikit ngos-ngosan kami melewati jalanan cor dengan beriringan dengan rombongan lain.
Walaupun udaranya cukup dingin, jangan ditanya apakah keringat tidak bercucuran? Tentu saja iya.
Berjalan santai sambil sesekali berhenti untuk mengambil nafas, menikmati alam sekitar, dan mengambil foto alam, membuat kita beribu kali mengucap syukur.
Kemudian, sampailah kita di ujung jalan cor dan berganti dengan jalan tanah berbatu, yang artinya sedikit lagi sampai. Rasanya sudah tak sabar melihat kembali kawah Gunung Kelud setelah erupsi.
Perjalanan tinggal sedikit lagi ketika kita melihat barisan ojek yang berjajar di kejauhan. Mereka adalah para tukang ojek yang tadi mengantar wisatawan ke atas dan ada pula yang memang mangkal di areal parkir atas dekat kawah.
Biasanya mereka menawarkan jasanya kepada wisatawan yang tadinya naik berjalan kaki namun lelah untuk kembali jalan saat turun.
Tak jauh dari barisan tukang ojek, tepat di depannya juga terlihat sebuah terowongan. Menurut informasi, terowongan yang diberi nama Inlet Ganesha ini dibangun pada tahun 1926 dan digunakan sebagai jalur aliran lahar dari kawah Kelud.
Namun saat ini, terowongan tersebut digunakan sebagai salah satu akses menuju kawah, baik itu yang berjalan kaki maupun yang menggunakan ojek. Karena kondisinya yang gelap dan lembab, ada juga wisatatawan memilih lewat jalur luar terowongan.
Rasa penasaran membuat kita memilih lewat terowongan dengan berbekal lampu senter ponsel. Berjalan kurang lebih sepanjang 110 meter, kami berjalan sangat hati-hati apabila berpapasan dengan motor, dan akhirnya tiba pada ujung terowongan.
Habis gelap tampaklah kawah Gunung Kelud yang pagi itu rupanya sudah agak ramai dan terik, padahal jam menunjukkan pukul 8 pagi. Melepas lelah sebentar, sambil menunggu antrian spot foto dengan latar kawah Kelud, kita menyempatkan diri berbincang dengan jasa foto yang tersedia di tempat itu.
Dan lagi-lagi mereka adalah warga sekitar lereng Kelud yang sehari-hari membuka jasa dengan dikoordinir dan bergantian.
Sangat membantu bagi yang memerlukan foto dengan atribut kekinian. Tak lama di puncak, kami memutuskan untuk kembali turun karena matahari mulai terasa terik.
Tapi kali ini, dua dari empat orang rombongan memutuskan menggunakan ojek sampai area parkir motor. Walaupun lelah, tapi cukup menyenangkan Minggu pagi kami dapat menikamati keindahan Gunung Kelud secara langsung.
Oh iya, bagi yang berkunjung ke Kelud pastikan untuk tidak lupa membeli buah nanas khas lereng Kelud yang manis asamnya pas.