ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Menginjakkan kaki di benua Afrika belum pernah terbayangkan sebelumnya oleh saya. Namun kesempatan itu pun datang saat transit belasan jam di Addis Ababa, ibu kota negara Ethiopia sebelum melanjutkan perjalanan ke Benua Biru.
Perjalanan dengan pesawat dari Bandara Soekarno-Hatta ditempuh sekitar 14 jam dan mendarat pagi hari di Bole International Airport Addis Ababa. Setelah melewati proses imigrasi dan melengkapi administrasi, dengan bus penjemput kami diantar ke hotel untuk beristirahat.
Cuaca di Addis Ababa matahari bersinar cerah namun angin berhembus membawa udara dingin khas dataran tinggi. Di area parkir Bandara Bole terlihat banyak orang berbondong-bondong untuk menjemput keluarga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi di Ethiopia yakni beramai-ramai menjemput keluarga yang datang, seperti di Indonesia. Addis Ababa diartikan sebagai New Flower (Bunga Baru).
Entah merujuk pada hal apa. Tetapi terlihat di sepanjang perjalanan yang kami lewati terdapat banyak taman yang ditanami aneka bunga.
Menjelang siang kami berkesempatan untuk mengikuti wisata di Kota Addis Ababa. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Entoto Park yang berlokasi di dataran tertinggi di sana.
Entoto Park baru dibuka tahun 2020, setelah pandemi Covid-19 mereda. Setelah gerbang masuk Entoto Park terdapat tugu dengan lambang kesehatan berupa ular dan tongkat yang mengingatkan akan masa pandemi Covid-19.
Dari Entoto Park terlihat Kota Addis Ababa. Setelah lelah berkeliling, kami beristirahat di sebuah restoran yang berada di taman ini yang menyediakan kopi asli Ethiopia yang penyeduhan dan penyajiannya dilakukan secara tradisional.
Kopi dimasak dalam satu panci menggunakan kayu bakar kemudian air kopi dimasukkan dalam ceret (teko) yang terbuat dari tanah liat (tembikar) untuk dituangkan ke dalam cangkir.
Perjalanan dilanjutkan ke National Museum Ethiopia. Sepanjang perjalanan dari Entoto Park terlihat beberapa wanita memanggul kayu kering untuk dijual sebagai kayu bakar.
Hampir sama seperti Museum Nasional di Jakarta, di Museum Nasional Ethiopia juga dipamerkan artefak-artefak yang ditemukan di Ethiopia.
Yang terkenal di museum ini adalah fosil kerangka wanita yang ditemukan di suatu daerah di Ethiopia yang dinamakan Lucy.
Tempat terakhir yang kami kunjungi adalah Ethnological Museum yang berlokasi di dalam area Universitas Addis Ababa.
Gedung Museum Etnologi sebelumnya digunakan sebagai tempat kediaman (istana) Raja Ethiopia sebelum pemerintahan negara Ethiopia berganti menjadi Republik Demokratik Federasi.
Di museum ini dipamerkan sejarah kerajaan Ethiopia, kebudayaan dan barang-barang yang digunakan pada masa tersebut termasuk baju dan jubah yang digunakan raja dan ratu.
Beruntung kami bergegas kembali ke hotel. Menjelang sore, hujan deras mengguyur Kota Addis Ababa.
Malam harinya kami pun kembali ke bandara internasional Bole meninggalkan kota Bunga Baru untuk melanjutkan perjalanan menuju Benua Biru.
Singgah sekejap di Addis Ababa mengubah bayangan saya mengenai negara di benua Afrika yang awalnya saya mengira kota yang panas dan tandus.