ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bicara soal dirinya berhasil melunasi utang International Monetary Fund (IMF) warisan Presiden Soeharto. Dia melunasi utang itu saat menjadi presiden di medio 2023 yang lalu.
Megawati menilai dirinya sudah berpengalaman untuk menyelesaikan utang. Buktinya, dia mengklaim dirinya berhasil melunasi utang IMF yang diteken Presiden Soeharto.
"IMF-nya, utang dari zaman pak Harto saya selesaikan lho. Tulis. Kalau nggak percaya tanya ke CNBC. Saya dapat award, saya sendiri bingung kok dapat award kenapa ya? 'Karena dalam keadaan ekonomi begitu ibu bisa selesaikan IMF,' saya pikir iya juga ya," sebut Megawati saat memberikan sambutan pada Pengumuman Bakal Calon Kepala Daerah 2024 disiarkan virtual, Senin (26/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas seperti apa ceritanya Megawati bisa melunaskan utang IMF warisan Soeharto?
Dalam catatan detikcom, Indonesia memang benar keluar dari jeratan utang IMF saat dia menjabat sebagai presiden. Melansir dari situs Indonesiabaik.id milik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Indonesia berhasil keluar dari jeratan utang IMF pada Desember 2003 silam dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan divestasi bank guna menutup defisit anggaran negara.
"Semua opsi yang ditawarkan IMF sifatnya 'mencekik leher' bagi Indonesia. Sifatnya menggantung Indonesia supaya terus bergantung pada IMF," ujar Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas saat itu, Kwik Kian Gie.
Setelah mengakhiri kerja sama dengan IMF, Megawati yang didampingi Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Sesudah Berakhirnya Program IMF untuk menjaga stabilitas ekonomi makro.
Kebijakan yang didorong Megawati kala itu terbagi dalam beberapa poin penting. Di sektor fiskal misalnya, ditandai dengan reformasi kebijakan perpajakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN.
Di sektor keuangan, dilakukan perancangan Jaring Pengaman Sektor Keuangan, divestasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun.
Lalu di sektor investasi, cucu proklamator itu mendorong pemberlakuan peninjauan Daftar Negatif Investasi, penyederhanaan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi, serta pemberantasan korupsi.
Dampaknya dinilai cukup baik. Kurs Rupiah yang semula Rp 9.800 (2001) menjadi Rp 9.100 (2004), tingkat inflasi menurun dari 13,1% menjadi 6,5% sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2%, begitu pun poin IHSG dari 459 (2001) menjadi 852 (2004).
(hal/das)