ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Jajaran pohon pinang yang jumlahnya tak kurang dari 51 batang itu berbaris rapi di tepi Pantai Festival, Ancol, dengan sebuah sepeda di setiap puncaknya. Bendera merah putih yang menghiasi seluruh pohon pinang berkibar-kibar tertiup angin pantai yang bertiup cukup kencang siang itu.
Batang-batang pinang berwarna hitam yang sudah diolesi minyak pelumas itu pun terlihat mengintimidasi dengan tingginya yang tak kurang dari 9 meter. Ratusan orang yang sudah antusias mengikuti lomba berdesakan mendaftarkan diri.
Pesta rakyat yang digelar setiap tanggal 17 Agustus itu sudah menjadi tradisi tahunan di kawasan rekreasi terbesar dan terpadu di Indonesia seluas lebih dari 500 hektar ini. Tidak dipungut biaya untuk menjadi peserta, hanya berbekal tanda pengenal, setiap pengunjung berhak mendaftarkan diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain sepeda yang rupanya menjadi hadiah utama, masih ada kipas angin, kasur palembang, dan berbagai hadiah lain yang melambai-lambai tertiup angin pantai. Perlombaan panjat pinang selalu menjadi perlombaan paling seru sekaligus ditunggu-tunggu pada setiap acara tujuh belasan.
Bila dalam perlombaan di kampung-kampung umumnya hanya menggunakan satu dua pohon pinang saja, maka jumlah 51 pohon pinang siang itu menjadi atraksi akbar dengan keseruan yang disaksikan ribuan orang secara langsung dan diliput oleh belasan reporter televisi, baik di dalam maupun luar negeri. Mungkin tak semua orang tahu, bahwa perlombaan panjat pinang mengandung banyak filosofi yang maknanya cukup dalam.
Karena untuk meraih bendera di puncak pohon itu tidak mudah, filosofi pertama mengajarkan kita untuk tetap berjuang bila kita ingin meraih suatu tujuan. Panjat pinang merupakan perlombaan beregu, karena hampir mustahil memanjatnya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kebersamaan ini melambangkan filosofi kedua, yaitu pentingnya kerjasama untuk meraih tujuan yang sulit dicapai sendirian dan membutuhkan kecerdasan kolektif untuk menyusun strategi yang diperlukan. Namun, tak ada kerjasama yang dapat berjalan dengan baik tanpa menyingkirkan kepentingan pribadi terlebih dahulu. Hal ini menjadi filosofi ketiga, yaitu perlunya sesekali menyingkirkan ego dan mendahulukan kepentingan bersama.
Karena seorang pemanjat pinang hanya akan berhasil mencapai puncak bila ditopang oleh rekan-rekannya, maka filosofi keempat adalah meraih kesejahteraan bersama. Hadiah yang berhasil dimenangkan dalam panjat pinang umumnya akan dibagi rata bersama seluruh anggota kelompok.
Meskipun perlombaan panjat pinang memiliki filosofi yang dalam, tetapi bila dilihat ke belakang, rupaya permainan ini sudah dimainkan sejak era kolonial Belanda. Awalnya bernama de Klimmast yang artinya memanjat dan mulai dimainkan sejak tahun 1930-an. Pada masa itu, peserta panjat pinang hanya orang-orang pribumi saja.
Orang-orang Belanda menjadi penonton yang akan tertawa terbahak-bahak melihat warga lokal mati-matian memanjat batang pinang. Namun pada perlombaan panjat pinang di Pantai Festival tahun ini, pihak yang bersorak-sorak adalah rakyat. Dan tak semua peserta panjat pinang merupakan warga lokal.
Ada satu regu beranggotakan empat orang yang merupakan warga negara Jepang. Mereka terlihat kesulitan menaklukkan batang pohon pinang. Ada juga sebatang pohon pinang yang pesertanya khusus perempuan.
Tentu saja tak seperti peserta pria yang wajib bertelanjang dada dan hanya diperkenankan mengenakan celana pendek, peserta perempuan boleh memanjat pinang dengan pakaian lengkap, kaos berlengan panjang dan celana panjang. Apakah mereka akhirnya berhasil mencapai puncak? Sama seperti peserta dari Jepang yang berkali-kali terjengkang, para peserta perempuan ini pun berkali-kali harus jatuh bangun.
Tapi para penonton tak merasa iba. Mereka justru tertawa menyaksikan atraksi yang sangat menghibur ini. Namanya juga pesta rakyat, setiap orang tentu berhak bergembira.
(sym/sym)