ARTICLE AD BOX

KASUS dugaan korupsi kuota haji yang menyeret nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menuai sorotan. Meski telah naik ke tahap penyidikan hingga pencekalan saksi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menetapkan tersangka.
Menanggapi hal itu, Peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menilai, pencekalan terhadap saksi yang diberlakukan KPK dalam kasus dugaan korupsi kuota haji bukanlah hal yang keliru.
“Kemarin kita sempat ribut-ribut soal RKUHP, di mana pencekalan hanya diperuntukkan bagi tersangka, sementara saksi tidak bisa dicekal. Padahal dalam perkara korupsi, saksi pun potensial menjadi tersangka. Kalau tidak dicekal justru berbahaya karena bisa melarikan diri,” ujarnya saat dikonfirmasi Media Indonesia pada, Selasa (9/9).
Herdiansyah menegaskan bahwa dalam perkara korupsi, pencekalan terhadap saksi bisa dianggap sebagai langkah yang wajar.
“Kalau dalam konteks ini, ada tiga orang yang dicekal terkait kasus haji, saya kira itu tidak ada masalah. Justru itu memang harus dilakukan karena orang-orang itu bisa saja berpotensi jadi tersangka. Kalau tidak dicekal ya bisa kabur,” jelasnya.
Menurut Herdiansyah, sifat lex specialis dalam kasus korupsi memungkinkan adanya perlakuan secara khusus, salah satunya bisa mencekal saksi.
“Korupsi adalah extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, sehingga perlakuannya pun harus extraordinary, termasuk pencekalan meski belum berstatus tersangka,” tegasnya.
Meski begitu, ia menyoroti kejanggalan lain dalam proses penyidikan kasus korupsi kuota haji, yakni naiknya status perkara ke tahap penyidikan tanpa ada penetapan tersangka.
“Kalau sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, artinya dipastikan sudah ada tindak pidana. Nah, ini yang aneh kalau belum ada tersangkanya,” katanya.
Herdiansyah pun membandingkan dengan praktik KPK sebelumnya. Menurutnya belum adanya tersangka saat kasus telah naik ke penyidikan merupakan hal yang janggal.
“Lazimnya KPK dulu kalau status sudah naik ke penyidikan, berarti otomatis sudah ada tersangka. Karena KPK biasanya yakin sudah punya bukti kuat sebelum menetapkan tersangka,” paparnya.
Ia memperingatkan bahwa penundaan penetapan tersangka justru bisa menimbulkan risiko politisasi kasus dan spekulasi negatif dari publik. Untuk itu, KPK didorong untuk segera tetapkan tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji.
“Kalau dibiarkan mengambang, kasus ini berpotensi jadi ajang tarik-menarik kepentingan atau bahkan transaksi politik. Itu sebabnya KPK harus lebih teliti, cermat, tapi juga cepat dalam menetapkan tersangka agar tidak menimbulkan spekulasi,” tandasnya. (P-4)