ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Sidang kasus dugaan korupsi tata kelola timah yang merugikan negara Rp 300 triliun terus berlanjut. Kini, giliran tiga bos smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk diadili.
Tiga petinggi smelter swasta itu adalah Suwito Gunawan alias Awi selaku beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak 30 Desember 2019, dan Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2024).
Jaksa mengatakan Suwito dan Robert menerima triliunan rupiah dari dugaan korupsi pengelolaan timah dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sementara, Rosalina tak didakwa melakukan TPPU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dakwaan Korupsi Timah Rp 300 T
Jaksa mengatakan Suwito, Robert dan Rosalina membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Mereka juga melakukan pertemuan dengan 27 pemilik smelter swasta lain, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah.
Pertemuan itu membahas permintaan Mochtar dan Alwin atas bijih timah sebesar 5% dari kuota ekspor smelter swasta. Jaksa mengatakan Suwito dan Robert sudah mengetahui jika perusahaannya tak punya competent person (CP), sehingga tak dapat diterbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah.
"Terdakwa Suwito Gunawan alias Awi selaku beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa bersama bersama dengan Tamron alias Aon selaku beneficial owner CV Venus Inti Perkasa, bersama Robert Indarto, Hendry Lie mengetahui pada tahun 2018 terdapat regulasi dari Kementerian ESDM RI terkait kewajiban tentang persyaratan Competent Person (CP) yang harus dimiliki oleh PT Stanindo Inti Perkasa, CV Venus Inti Perkasa, PT. Sariwiguna Binasentosa, PT Tinindo Internusa, sebelum disetujuinya RKAB namun dikarenakan 4 perusahaan tersebut tidak memiliki Competent Person (CP), sehingga smelter-smelter tersebut tidak dapat melakukan penjualan bijih timah, kemudian atas inisiatif Harvey Moeis mengajukan untuk melakukan kerja sama alat produksi peleburan timah dengan PT Timah," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.
Jaksa mengatakan Suwito, Robert, Rosalina dan smelter swasta lainnya melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait kerja sama sewa peralatan untuk proses pelogaman tanpa study kelayakan dan tak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB lima smelter swasta. Mereka juga membuat perusahaan boneka agar bijih timah itu dapat dikirimkan ke perusahaannya dengan penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di Wilayah IUP PT Timah.
"Terdakwa Suwito Gunawan alias Awi baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan MB Gunawan membentuk perusahaan cangkang atau boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi, CV Rajawali Total Persada, seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di Wilayah IUP PT Timah dan melalui perusahaan cangkang atau boneka tersebut," kata jaksa.
"Terdakwa Suwito Gunawan alias Awi dan MB Gunawan membeli dan/atau mengumpulkan biji timah dari penambang illegal di wilayah IUP PT Timah. Selanjutnya bijih timah tersebut dibeli oleh PT Timah, dan dikirim ke PT Statindo Inti Perkasa sebagai pelaksanaan Kerja sama sewa menyewa peralatan processing antara PT Timah Tbk dengan PT Statindo Inti Perkasa," imbuh jaksa.
Jaksa mengatakan penunjukan pengurus perusahaan boneka itu juga telah diatur. Perusahaan itu, kata jaksa, juga digunakan sebagai tempat pembayaran transaksi pembayaran dari PT Timah.
Suwito, Robert dan perusahaan Rosalina juga memberikan modal berupa uang ke penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Jaksa mengatakan mereka juga tahu jika bijih timah yang nantinya dimurnikan dalam kegiatan kerja sama berasal dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dan pembayarannya terdapat kemahalan harga.
Singkat cerita, kesepakatan harga sewa peralatan pelogaman timah itu disepakati dengan harga USD 3.700 per ton untuk PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa. Jaksa mengatakan Suwito dkk juga menyerahkan uang 'pengamanan' yang seolah dijadikan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) ke Harvey Moeis yang mewakili smelter swasta PT Refined Bangka Tin.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.