ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebutkan budaya politik Indonesia seperti kerajaan atau monarki meski bentuk pemerintahannya adalah republik. Istana angkat bicara.
"Tanyakan ke akademisi dan pakar politik saja kalau itu," ujar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Hasan menjawab pertanyaan wartawan soal pernyataan Jimly yang menyebut bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, tapi budaya politiknya seperti kerajaan.
Hasan ogah komentar lebih terkait itu. Ia hanya bisa bicara terkait sikap pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya harus bicara sikap pemerintah di sini," tutur Hasan.
Jimly: Budaya Politik RI Kerajaan
Sebelumnya, Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik. Namun, menurut dia, budaya politik yang terlihat hari ini cenderung menerapkan sistem monarki atau kerajaan.
Hal itu disampaikan Jimly dalam pidatonya di acara dialog nasional bertajuk 'Refleksi Kelembagaan Komisi Yudisial' dalam rangka memperingati HUT ke-19 Komisi Yudisial. Jimly mulanya mengajak untuk mencermati apa yang perlu dievaluasi dan benahi, baik dari segi aturan-aturan konstitusi, institusi ketatanegaraan, maupun budaya konstitusional.
Dia bercerita tentang sejarah pada masa kemerdekaan. Saat sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tentang penentuan bentuk pemerintahan Indonesia, dilakukan pemungutan suara untuk menentukannya.
"Undang-Undang Dasar itu ndak ada yang pakai voting itu, ndak ada. Tetapi ketika kita mau merumuskan apakah bentuk negara kita republik atau bukan, itu terpaksa voting," ujar Jimly di gedung Komisi Yudisial, Selasa (20/8).
"Kenapa mesti di-voting? Ya karena ada sembilan orang yang ngotot tidak mau. Maka waktu di-voting yang memilih republik jumlahnya 55, yang minta supaya kita ini kerajaan, yang ngotot itu tadi 9 orang. Waktu voting jadi 6 orang yang minta kerajaan itu," lanjutnya.
Menurut Jimly, akan beda cerita jika penentuan bentuk pemerintahan Indonesia tak dilakukan dalam forum kecil, melainkan dibuat sebuah forum yang lebih luas seperti referendum. Jimly menilai kebanyakan masyarakat Indonesia sebetulnya tidak paham dengan bentuk pemerintahan republik karena lebih familiar dengan istilah kerajaan.
"Karena orang-orang kampung kita dari Sabang sampai Merauke nggak tahu apa itu republik. Bahasa apa itu kan? Tapi kalau dibilang kesultanan, ah tahu semua," ungkap Jimly.
Jimly mengungkapkan, budaya politik ini yang kemudian terbawa hingga saat ini, meski pemerintahan Indonesia telah diputus berbentuk republik.
"Jadi budaya politik kita ini, kesadaran kognitif mayoritas rakyat kita ini kerajaan. Bentuk formalnya kita ini republik. Itu kan pilihan enlightened leaders, orang-orang terdidik. Tapi budaya politik kita monarki, itulah, kerajaan. Bentuk republik, kelakuan kita kerajaan," imbuh Jimly.
(isa/aik)