ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Pemerintah Jepang tengah mengkampanyekan agar hari kerja bisa lebih singkat yakni 4 hari dalam seminggu. Hal ini sebagai langkah meningkatkan tenaga kerja di negara tersebut.
Sebenarnya pemerintah Jepang pernah mengkampanyekan hari kerja lebih pendek pada 2021, setelah anggota parlemen mendukung gagasan tersebut. Namun, konsep itu tak kunjung mendapat dukungan dari perusahaan.
Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan mencatat hanya 8% perusahaan Jepang mengizinkan karyawannya mengambil cuti tiga hari atau lebih per minggu. Sementara 7% perusahaan hanya mengizinkan satu hari libur yang diamanatkan secara hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah kini meluncurkan kampanye reformasi gaya kerja yang mempromosikan jam kerja yang lebih pendek dengan aturan fleksibel lainnya seperti batasan lembur dan cuti tahunan berbayar.
"Dengan mewujudkan para pekerja dapat memilih dari berbagai gaya kerja berdasarkan keadaan mereka, dengan begitu dapat menciptakan siklus pertumbuhan dan distribusi yang baik dan memungkinkan setiap pekerja untuk memiliki pandangan yang lebih baik untuk masa depan," demikian pernyataan situs Kementerian Ketenagakerjaan Jepang, dikutip dari Associated Press, Senin (2/9/2024)
Kampanye yang tertulis dalam situs resmi kementerian itu yakni "hatarakikata kaikaku", yang berarti "berinovasi dalam cara kita bekerja."
Jepang terkenal sebagai negara dengan budaya kerja yang tinggi. Bahkan budaya kerja yang tinggi itu sampai menurunkan kesehatan pekerja.
Hal itu tertuang dalam sebuah buku putih pemerintah baru-baru ini berjudul "karoshi," yang berarti "kematian karena terlalu banyak bekerja." Buku itu menyebut akibat bekerja sangat keras, setiap tahunnya ada 54 pekerja meninggal dunia salah satunya disebabkan serangan jantung.
(ada/ara)