ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Serikat Pekerja (SP) Indofarma mengadu ke Komisi VI DPR karena perusahaan memiliki utang gaji ke karyawan. Adapun total utang gaji perusahaan mencapai Rp 95 miliar.
Ketua Biro Konseling & Advokasi SP Indofarma Ahmad Furqon menerangkan, karyawan telah ikut berkorban untuk membantu operasional perusahaan. Sebutnya, pada tahun 2017 karyawan tidak menerima kenaikan upah. Pada tahun 2018, karyawan hanya menerima kenaikan upah Rp 50.000.
Pada tahun 2021-2024, upah yang dipotong untuk dana pensiun lembaga (DPLK) tidak disetorkan, tapi statusnya sudah dipotong dari gaji atau upah karyawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 2022-2024 dari upah karyawan juga sudah dipotong BPJS Ketenagakerjaan tapi lagi-lagi belum disetorkan oleh perusahaan," katanya di Komisi VI Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Kemudian, di tahun 2022-2024, pesangon karyawan baik yang pensiun normal ataupun pensiun dini belum bisa dipenuhi pembayarannya oleh perusahaan.
"Di 2023 tunjangan kesejahteraan, tunjangan akhir tahun serta tunjangan pendidikan yang memang sudah ada dalam perjanjian kerja bersama kami, itu juga belum dibayarkan hingga saat ini," ungkapnya.
Pada tahun 2024, persoalan pembayaran gaji muncul. Ada yang tidak dibayarkan dalam beberapa bulan, ada juga yang pembayarannya tidak dilakukan secara penuh. Ia mencatat, total utang gaji Indofarma dan anak usahanya PT Indofarma Global Medika (IGM) sebesar Rp 95 miliar.
"Bahwasanya upah yang kami terima itu tidak diterima secara utuh, tidak 100%. Dimulai dari..ada beberapa bulan yang kami tidak digaji, ada juga yang gradasi, ada yang hanya sekadar 50% dari pendapatan yang seharusnya kami terima. Itu dimulai dari Januari 2024," jelasnya.
"Total yang sampai saat ini, yang belum digantikan atau diutangkan oleh perusahaan kepada kami karyawan, di Indofarma sendiri sebesar Rp 65 miliar, Rp 30 miliar di IGM, jadi total Rp 95 miliar," ungkapnya.
(acd/rrd)