ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Bali selatan sudah sangat jenuh dengan pembangunan hotel. Moratorium perlu diberlakukan segera dan pengamat menyatakan jangan sampai sebatas wacana belaka.
Pengamat tata ruang dan perkotaan dari Universitas Udayana (Unud), Putu Rumawan Salain, mendesak pemerintah agar segera melakukan moratorium pembangunan di Bali.
Menurutnya, wacana moratorium pembangunan tersebut sudah mencuat sejak masa kepemimpinan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika. Ia menilai pembangunan di Bali semakin menjadi-jadi lantaran banyaknya desakan dari pengusaha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Moratorium jangan sampai hanya wacana dan jangan main-main lagi. Harus tegas menyebutkan fungsi-fungsi yang dimoratorium. Nanti kalau tidak boleh bangun hotel, (tapi) boleh bangun pondok wisata, artinya sama saja bohong," ujarnya saat dihubungi detikBali, Senin (9/9/2024).
Wacana moratorium pembangunan di Bali kembali mengemuka setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti masifnya alih fungsi lahan pertanian di Bali.
Luhut pun bakal menggelar rapat terbatas (ratas) terkait moratorium pembangunan hotel dan vila, khususnya di kawasan Bali selatan.
Rumawan menjabarkan pengelolaan tata ruang di Bali saat ini telah menggeser suasana alami yang menjadi ciri khas Pulau Dewata. Ia menyesalkan sawah-sawah di Bali saat ini berubah menjadi ladang beton.
Pria yang juga dosen Fakultas Teknik di Universitas Warmadewa itu membeberkan data yang menyebutkan sebanyak 600-700 hektare tanah di Bali telah beralih fungsi setiap tahun.
Malah, informasi terbaru yang dia peroleh menyebutkan alih fungsi lahan di Bali sudah mencapai 1.000 hektare per tahun. "Serapan sumbangan oksigen sudah semakin berkurang, jadi kota semakin panas," ungkap dia.
Menurut Rumawan, pola pikir masyarakat Bali dalam memandang tanah sudah bergeser. Sawah-sawah hingga tebing-tebing, dia berujar, hanya dilihat untuk kepentingan modal.
---
Baca artikel selengkapnya di detikBali
(msl/msl)