ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Forum Parlemen Indonesia-Afrika (IAPF) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali membuka lembaran baru dalam hubungan antara Indonesia dan negara-negara Afrika. Acara ini mengusung tema 'Membangun Kemitraan Parlemen Indonesia-Afrika untuk Pembangunan' dan menjadi platform penting untuk memperkuat kerja sama dan solidaritas antar parlemen dari kedua benua.
Dalam pidatonya pada sesi khusus forum tersebut, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon mengajak para peserta untuk merenungkan semangat Konferensi Asia-Afrika 1955 yang berlangsung di Bandung. Fadli Zon mengingatkan pentingnya solidaritas dan komitmen terhadap keadilan, sebagaimana diungkapkan oleh Presiden Soekarno.
"Negara-negara di konferensi ini tidak berkumpul karena pilihan tetapi karena kebutuhan," kata Fadli, dalam keterangan tertulis, Senin (2/9/2024)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kebutuhan tersebut, menurut Fadli Zon, masih relevan hingga saat ini dan menjadi alasan utama diadakannya Forum Parlemen Indonesia-Afrika. Fadli menekankan hubungan Indonesia dengan negara-negara Afrika merupakan hal yang sangat penting.
"Sebagai pelopor Gerakan Non-Blok, kita tidak boleh kehilangan raison d'être kita. Advokasi untuk netralitas yang 'positif'-bukan pasif-harus lebih keras, terutama dalam sistem internasional yang ada saat ini, yang sering menguntungkan kekuatan besar atau mereka yang didukung oleh kekuatan besar," ujar Fadli.
Fadli juga mengingatkan bahwa meskipun Perang Dingin telah berakhir tujuh dekade setelah Konferensi Bandung, kolonialisme dan ketidakadilan global masih berlangsung.
"Ketidakadilan, perang, persaingan kekuatan besar, dan ketimpangan ekonomi dan sosial masih menghambat jalan global menuju dunia yang adil, damai, dan inklusif untuk semua," kata Fadli.
Mengutip kata-kata Nelson Mandela, Fadli menggarisbawahi kebebasan sejati tidak hanya tentang melepaskan belenggu tetapi juga hidup dengan cara yang menghormati dan meningkatkan kebebasan orang lain. Oleh karena itu, dia mengajak parlemen Afrika untuk lebih aktif dan tidak hanya berperan sebagai pengamat.
"Kita harus membangun jembatan untuk perdamaian yang berkelanjutan dan mempromosikan penghormatan terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia melalui upaya-upaya termasuk diplomasi parlemen," tegas Fadli.
Forum ini juga menyajikan berbagai perspektif dari tokoh-tokoh penting seperti Menteri Luar Negeri RI (Menlu) Retno Marsudi, dan Ketua Majelis Nasional Zimbabwe Jacob Mudenda. Mereka akan berbagi pandangan tentang cara-cara memperkuat kerja sama Indonesia-Afrika melalui berbagai pendekatan.
Selain itu, forum ini memberikan panggung bagi suara-suara muda, seperti Hanna Keraf, Co-Founder Du Anyam, dan Michael Victor Sianipar, Presiden Indonesia Youth Diplomacy, yang akan menyampaikan pandangan mereka mengenai kemitraan Indonesia-Afrika untuk pembangunan.
Fadli menutup pidatonya dengan harapan agar forum ini dapat membuka jalan bagi penguatan kerja sama parlementer antara Indonesia dan negara-negara Afrika, mendukung perjuangan Palestina, dan menyuarakan pesan harapan untuk kemerdekaan Palestina sebagai bagian dari komitmen terhadap kemanusiaan dan solidaritas.
Indonesia sangat menghargai kerja sama dan kolaborasi dengan negara-negara Afrika untuk mencapai tujuan bersama, dengan fokus pada kemakmuran ekonomi, pertumbuhan berkelanjutan, keamanan pangan dan kesehatan, investasi, serta energi terbarukan. Dengan memperkuat jaringan dan kemitraan antar parlemen, Fadli berharap dapat mendukung kerangka Kerja Sama Selatan-Selatan dengan menghadapi tantangan bersama dan mendorong pembangunan strategis yang bermanfaat bagi semua negara.
Dengan semangat Konferensi Bandung dan visi untuk masa depan yang lebih baik, Forum Parlemen Indonesia-Afrika diharapkan dapat menjadi batu loncatan untuk kemitraan yang lebih kuat dan berkelanjutan.
(akd/akd)