ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan mengapresiasi kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono terkait pengembangan budi daya lobster. Menurut Yudi sejauh ini kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 7/ 2024 itu sebuah terobosan baik.
"Kerja sama dengan skema global supply chain antar pemerintah atau G to G dengan Vietnam merupakan upaya untuk mereduksi penyelundupan Benih Bening Lobster (BBL) sekaligus meningkatkan pendapatan negara," kata Yudi dalam keterangan tertulis, Rabu (4/9/2024).
Yudi menyebut Permen KP Nomor 7 tahun 2024 adalah upaya pembenahan tata kelola BBL dari hulu sampai dengan hilir. Pembenahan dilakukan mulai dari pelaksanaan langkah operasional penerapan kebijakan pengelolaan lobster, koordinasi antar lembaga terkait dalam implementasi kebijakan dan program yang mendukung tata kelola lobster berkelanjutan, pemantauan dan evaluasi aktivitas penangkapan BBL dan pembudidayaan lobster serta penyuluhan dan komunikasi kepada stakeholder tentang pentingnya menjaga keberlanjutan perikanan lobster.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Regulasi ini merupakan ikhtiar KKP dalam memperkuat regulasi pengembangan budi daya lobster," tuturnya.
Senada, juru bicara PT Idovin Aquaculture International Adinda Cresheilla menjelaskan Vietnam merupakan negara yang unggul di bidang budi daya lobster. Kerja sama dengan negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara itu dinilainya akan memperbesar peluang Indonesia menjadi bagian dari rantai pasok lobster dunia.
"Kerja sama ini mendatangkan investasi ke Indonesia serta mendorong pengelolaan lobster di Tanah Air melalui pendekatan ekologi, ekonomi, dan sosial secara seimbang serta berkelanjutan," kata Adinda.
Saat ini terdapat lima perusahaan joint venture Indonesia- Vietnam yang mengantongi izin dari pemerintah untuk melakukan budi daya, baik di dalam negeri maupun di luar wilayah Indonesia. Di dalam negeri, budi daya dilakukan di Jembrana, Bali, sesuai dengan aturan zonasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Dengan mengantongi KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut), berarti kegiatan budi daya yang dilakukan tersebut telah sesuai dengan zonasi yang ditetapkan KKP," ujarnya.
Adinda menerangkan salah satu teknik budi daya lobster khas Vietnam yang diadaptasi perusahaannya adalah penggunaan wadah budi daya atau kerangkeng yang diletakkan di kolom air pada kedalaman 3-7 meter dari permukaan laut. Kerangkeng yang dibenamkan bermanfaat untuk melindungi benih lobster dari perubahan salinitas.
Seperti yang diketahui, benih lobster memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap salinitas. Menurut Tong et al. (2000) pada umumnya lobster air laut ditemukan pada perairan dengan salinitas berkisar 25-40 ppt.
Adinda yang juga Putri Pariwisata 2022 ini menilai manfaat penggunaan kerangkeng yang berada di bawah permukaan laut bertujuan untuk melindungi benih lobster dari angin kencang atau angin Barat.
"Seperti yang diketahui ombak di daerah cukup kencang. Dengan metode kerangkeng yang ditenggelamkan di bawah permukaan laut diharapkan meningkatkan survival rate benih lobster," kata Adinda.
Sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan sektor perikanan dan budi daya laut. Lobster, sebagai salah satu komoditas unggulan, memiliki nilai ekonomis yang tinggi di pasar domestik maupun internasional.
(ncm/ega)