ARTICLE AD BOX

KETUA Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Haris Pertama, mendesak pimpinan partai politik untuk bersikap tegas terhadap para kader yang terbukti menyakiti hati rakyat. Menurut Haris, langkah parpol yang hanya memberikan sanksi nonaktif upaya menipu publik dan cacat secara hukum.
“Dalam UU MD3 tidak ada istilah nonaktif. Sanksi atau konsekuensi hukum bagi anggota DPR jelas, yaitu pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap, bukan sekadar dinonaktifkan tanpa status yang jelas. Jadi, kalau parpol masih pakai istilah nonaktif, itu hanya manuver politik untuk melindungi kader,” ujar Haris di Jakarta, Senin (1/9).
UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) secara tegas mengatur mekanisme pemberhentian anggota legislatif, baik karena kasus hukum, pelanggaran etik, maupun alasan lain yang sah secara konstitusional. Pasal-pasal dalam UU MD3 tidak mengenal status nonaktif, sehingga jika parpol hanya menjadikan istilah itu sebagai tameng, sama saja mereka bertindak di luar koridor hukum.
“Publik harus tahu bahwa istilah nonaktif itu tidak punya dasar hukum. Itu hanya istilah politik yang dipakai untuk meredam kemarahan rakyat, seolah-olah parpol sudah memberi sanksi, padahal kadernya masih bisa tetap bermain di belakang layar. Ini penipuan publik yang tidak boleh dibiarkan,” tegas Haris.
Ia menambahkan, praktik politik semu ini berbahaya karena merusak kepercayaan rakyat terhadap institusi politik dan demokrasi. Parpol, kata Haris, justru ikut menciptakan preseden buruk bahwa kader bisa dilindungi meski sudah terbukti menyakiti rakyat.
“Kalau parpol tidak tegas memecat permanen Sahroni dan Nafa Urbach dari Nasdem, Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN dan Adies Kadir dari Golkar, berarti parpolnya ikut menanggung dosa kader tersebut. Jangan biarkan rakyat kehilangan kepercayaan pada partai politik,” imbuhnya.
Haris menegaskan bahwa tanggung jawab moral dan hukum parpol ialah pecat permanen kader bermasalah, bukan menciptakan istilah nonaktif yang tidak memiliki landasan hukum.
“Itu cara satu-satunya untuk menjaga marwah demokrasi, menyelamatkan kredibilitas parpol, sekaligus meringankan beban Presiden Prabowo dalam memimpin bangsa ini,” tutupnya. (H-4)