ARTICLE AD BOX
Fenomena makan tabungan terus berlanjut, menilik hasil survei konsumen Bank Indonesia (BI) dari segi indeks tabungan kelompok menengah pada februari 2025 mencapai 100,7. Tingkat tabungan kelompok ini merupakan yang terendah sejak Maret 2024. Ditambah lagi, laporan terbaru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkapkan bahwa Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada Juli 2025 kembali menurun. Dari data ini masyarakat masih enggan untuk memetakan uangnya untuk menabung apalagi investasi untuk masa depan.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengatakan bahwa penyebab dari maraknya masyarakat makan tabungan karena terjadinya kenaikan barang pokok, tetapi gaji tetap stagnan. Belum lagi banyaknya PHK di berbagai lini pekerjaan karena mulai maraknyaekonomi gig. Jika tidak bisa menguasai dan memanfaatkan teknologi dengan efektif, manusia akan tergantikan.
Kelas Menengah Kencangkan Sabuk Pengaman
Situasi ekonomi yang tidak stabil, pertumbuhan ekonomi terhambat, kurangnya lapangan pekerjaan, dan peralihan tempat bekerja yang harus beberapa kali gaji mengharuskan kelompok menengah mengocek dalam tabungannya. James Scoot dalam bukunya Moral Economy of the Peasant membahas bagaimana keamanan subsistensi diutamakan daripada keuntungan maksimal. Hal yang terpenting bagi kelas menengah adalah bertahan hidup. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga suami atau istri dan anak-anaknya dari situasi pekerjaan yang baru.
Mengatur keuangan dengan membaginya menjadi beberapa saku dapat membantu manusia bertahan hidup berbulan-bulan. Kelas menengah yang sudah bekerja sebelumnya dapat sambil mengurus BPJS Ketenagakerjaan yang memakan waktu 1 bulan, setelah kepersertaannya dinonaktifkan perusahaan. Tentu hal ini akan lebih berat bagi kelas menengah yang baru dinyatakan sebagai fresh graduate atau bekerja di tempat kerja yang belum mengikutsertakannya pada BPJS Ketenagakerjaan. Mereka harus lebih panjang dalam mengencangkan sabuk pengaman.
Dengan meminimalisir pengeluaran dan memilih tempat makan yang murah, Generasi Z tetap menganggap self-reward sebagai bagian dari hidup mereka, tetapi mereka rela menunda self-reward selama beberapa bulan ke depan. Dalam bekerja, hal ini menguji profesionalitas, mental, fisik, dan makan tabungan.
Lumbung Modern yang Terkikis
Jika melihat fenomena sekarang, bagi Scoot lumbung modern bagi kelas menengah ialah tabungan. Dalam konsep etika subsitensi, tabungan adalah lumbung modern sebagai cadangan kritis dalam menghadapi kehidupan yang harus dibatasi.
Adanya fenomena makan tabungan merupakan tindakan menggerogoti cadangan vital yang dimiliki demi bertahan hidup di masa sekarang. Padahal, lumbung modern ini diperuntukkan untuk investasi masa depan. Misalnya untuk tabungan pendidikan anak, dana cadangan kesehatan, dana untuk menikah, dana persiapan untuk DP rumah, dll. Mirip seperti para petani yang memakan benih ketika masa paceklik datang secara tiba-tiba.
UMR Jakarta sudah menyentuh angka Rp5.396.761, UMR Bandung Rp4.482.914, UMR Semarang Rp3.454.827, dan UMR Surabaya Rp4.961.7530. Berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) 2022 Badan Pusat Statistik (BPS), biaya yang harus dikeluarkan bagi rumah tangga yang terdiri dari 2-6 anggota keluarga rata-rata berkisaran di Rp14.880.000. Artinya, biaya hidup di kota besar harus memiliki gaji yang hampir 2,5 kali lipat dari gaji UMR. Lumbung yang seharusnya diisi dari bulan ke bulan kini terbengkalai hingga tergerogoti.
Rasionalitas yang Mendesak
Bagi para pekerja yang gajinya dibawah Rp5 juta, terdapat stimulus ekonomi oleh pemerintah berupa Bantuan Subsidi Upah (BSU). Tetapi dalam realitanya banyak BSU yang tidak tepat sasaran. Selain itu, bantuan dari pemerintah lebih berfokus pada masyarakat miskin seperti PKH, Kartu Sembako, PIP, dll.
Bagi kelas menengah yang justru menurun...