ARTICLE AD BOX
Jakarta -
PT Sucofindo (Persero) mengikuti Media Briefing IBM Think 2024 Singapore di Sand Expo and Convention Center, Singapura. Pertemuan ini membahas penggunaan Teknologi Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence (AI) khususnya di lingkup organisasi di Asia Tenggara (ASEAN).
Dalam sesi yang berlangsung Rabu (14/8), Kepala Strategic Business Unit Sertifikasi dan Ecoframework (SERCO) PT SUCOFINDO Dian Indrawaty mengatakan saat ini terdapat inisiatif penggunaan AI untuk mendukung penerapan Sustainability. Salah satunya dalam pemantauan emisi juga inisiatif keberlanjutan lainnya.
"Penerapan teknologi dengan kecerdasan buatan memungkinkan organisasi untuk melacak dan melaporkan metrik lingkungan dan sosial secara akurat. Namun, untuk menjamin Tata Kelola dijalankan dengan baik, diperlukan pemastian dari lembaga independen untuk kesesuaian pelaporan tersebut dengan peraturan pemerintah, standar, dan memastikan transparansi bagi semua pemangku kepentingan," kata Dian dikutip dari keterangan resmi Sucofindo, Senin (19/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Agar dapat diakui, maka pemastian dapat dilakukan oleh pihak independen yang ditunjuk pemerintah dan yang telah mendapat pengakuan internasional," sambungnya.
Dalam kesempatan ini, studi baru dari Ecosystm atas nama IBM berjudul 'AI Readiness Barometer: ASEAN's AI Landscape' menemukan organisasi di Asia Tenggara (ASEAN) mulai menggunakan AI namun kesiapannya perlu dibenahi. Studi ini menemukan 85% organisasi di ASEAN sepakat AI bisa membantu dalam mencapai tujuan strategis, tetapi hanya sekitar 17%-nya memiliki strategi yang jelas soal adopsi teknologi AI. Selain itu, masalah lain organisasi di ASEAN juga belum banyak memiliki peta jalan yang jelas mengenai pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Studi itu pun mengungkap adanya kesenjangan antara optimisme perusahaan mengenai kesiapan mereka memanfaatkan AI dengan realitas yang ada. Misalnya, sebanyak 16% pemimpin organisasi menyatakan mereka berada puncak kesiapan AI (kategori AI First).
Akan tetapi, berdasarkan data dan penilaian lapangan Ecosystem, baru ada 1% organisasi yang dinyatakan masuk dalam kategori tersebut. Begitu juga dengan 39% organisasi yang merasa mereka telah berada dalam tahap transformasi kesiapan AI (Transformative), tapi nyatanya baru 4% yang memenuhi syarat.
General Manager IBM Asean Catherine Lian mengatakan perjalanan AI (proses memulai sampai menskalakan implementasinya) punya banyak manfaat bagi perusahaan. Termasuk mempercepat inovasi dan produktivitas serta meningkatkan pengalaman konsumen jadi lebih baik lagi.
Namun, dari hasil studi tersebut, banyak pemimpin teknologi dan organisasi overclaim atas kemampuan mereka dalam mengimplementasikan AI. Menurutnya, kesiapan mengadopsi AI membutuhkan kepemimpinan yang kuat, strategi data yang kuat, dan kerangka kerja tata kelola yang matang. Hal ini bertujuan memastikan penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis, serta mampu mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
"Tanpa fondasi yang kuat, organisasi berisiko melaksanakan implementasi yang hanya berfokus pada kemampuan teknologi, tetapi gagal mempertimbangkan dampak jangka panjangnya pada organisasi dan komunitas," kata Catherine.
Sementara itu, Chief Executive Officer Ecosystem Ullrich Loeffler mengatakan organisasi perlu memprioritaskan kesiapan AI dan membangun kemitraan yang kuat. Dengan melakukan hal ini, organisasi dapat secara efektif memanfaatkan potensi AI dan mencapai
(ncm/ega)