ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Triple planetary crisis atau tiga isu utama di bumi yang mencakup perubahan iklim, polusi, dan ancaman kehilangan keanekaragaman hayati tengah menjadi perhatian seluruh dunia. Sebab, dampaknya mengancam seluruh makhluk hidup, termasuk kelompok rentan seperti anak-anak.
Di Festival LIKE 2 beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi menjelaskan perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat ini.
Kerentanan anak-anak sebagai golongan yang begitu terdampak perubahan iklim ini pun mendorong pemerintah Indonesia, khususnya KLHK untuk menyusun dokumen laporan Climate Landscape Analysis for Children (CLAC). Dokumen mengkaji dampak perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan energi terhadap anak-anak di Indonesia serta menggarisbawahi adanya kebutuhan mendesak terkait kebijakan dan program pengendalian perubahan iklim yang berfokus pada anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokumen CLAC yang disusun oleh KLHK bersama UNICEF ini pun dirilis dalam sesi talkshow bertajuk 'Strategi Iklim untuk dan Bersama Anak' di Festival LIKE 2 beberapa waktu lalu.
"Kita hari ini bicara tentang strategi iklim untuk anak, maka komitmennya adalah kita ingin memastikan upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang kita lakukan tidak memberikan dampak-dampak negatif kepada sektor-sektor pembangunan lain, kepada kelompok-kelompok yang rentan, termasuk anak-anak," jelas Laksmi dalam sambutannya
"Kelompok disabilitas, anak-anak, perempuan, dan kaum-kaum marjinal merupakan masyarakat rentan yang juga harus masuk menjadi bagian pengambilan keputusan dan bagian dari implementasi kebijakan perubahan iklim," imbuhnya.
Laksmi menegaskan hadirnya CLAC akan membantu berbagai pihak membuat strategi yang lebih baik dan lebih tepat untuk memobilisasi semua pendanaan, sumber teknologi, hingga capacity building. Namun, dibutuhkan juga kolaborasi yang kuat dari seluruh stakeholder agar seluruh pihak dapat dilibatkan dalam aksi-aksi nyata selanjutnya.
Senada, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK Irawan Asaad berharap dengan adanya CLAC, pihaknya bisa menghimpun semua kekuatan dan bergerak bersama dalam mengatasi tantangan perubahan iklim ini.
Sebagai penanggap, Young Partner UNICEF Indonesia Alya Zahra Sabira menegaskan perlunya melibatkan anak muda saat membicarakan persoalan anak-anak termasuk saat membicarakan tantangan perubahan iklim. Ia meminta agar anak muda diberi ruang lebih untuk berpartisipasi secara lebih bermakna. Baik dalam perumusan awal kebijakan, pelaksanaannya, hingga ke tahap evaluasi.
"Yang terpenting selain dari kesempatan berpartisipasi secara bermakna juga tadi pendanaan terhadap anak muda sangat penting agar setiap aksi iklim itu sensitif dan juga responsif terhadap kebutuhan anak muda," kata Alya.
"Mari bersama-sama kita menciptakan dunia di mana anak muda menjadi bagian dari pembangunan Indonesia emas 2045 dan pemenuhan hak anak untuk lingkungan yang lebih aman, Lestari, dan berkelanjutan," imbuhnya.
Sebagai informasi, dalam Festival LIKE 2 yang berlangsung 8-11 Agustus 2024 lalu Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) turut mengenalkan inovasi Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan (SIDIK) yang telah dikembangkan. Hal ini dibahas lebih lanjut dalam talkshow bertajuk 'SIDIK untuk Mainstreaming Adaptasi Perubahan Iklim' yang menggandeng Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, Kepala Bappeda Kota Pekalongan, dan Dr. Dian Afriyanie dari Pusat Perubahan Iklim ITB.
Ditjen PPI juga membahas isu-isu penting mengenai perubahan iklim dalam talkshow bertajuk 'ALamPro Indonesia (Akademi Alam ProKlim Indonesia): Moving Forward dari Social Movement Menuju Social Entrepreneurship' dan 'Pembelajaran Pengendalian Kebakaran Hutan Dan Lahan Bersama Masyarakat'.
(anl/ega)