ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Forum Lintas Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (FLAIPHI) berharap pemerintah mengevaluasi kebijakan proteksi industri hulu dan mengubahnya menjadi pemberian keringanan pajak. Langkah ini diharapkan bisa menyelamatkan Indonesia dari gempuran produk plastik impor.
Juru Bicara FLAIPHI Henry Chevalier mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan bahan baku plastik (BBP) termahal. Selain itu, kapasitas industri hulu lokal belum dapat memenuhi kebutuhan bahan baku plastik untuk industri hilir, hanya mampu memenuhi hingga 60-70%. Hal ini membuat impor BBP sulit terhindarkan.
"Kita impor, tentunya ada biaya-biaya yang lain-lain, bea masuk. Bea masuk itu kalau kita impor dari Timur Tengah, itu sampai 50%. Ada cost disitu, ditambah cost produksi, (cost tenaga kerja), sehingga harga jual produk dalam negeri lebih tinggi dari harga jual produk barang jadi impor yang masuk Indonesia," kata Henry, ditemui usai FGD di Pullman Hotel Thamrin, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu industri hilir plastik dalam negeri kesulitan untuk bersaing dengan produk-produk luar. Henry pun membandingkan dengan Vietnam dan negara-negara Asia lainnya, di mana mereka memiliki bea masuk impor BBP yang jauh lebih rendah, bahkan ada yang sampai 0%.
"Paling tinggi juga 3%. Dia bikin produk jadi plastik, dia ekspor ke Indonesia, dia tahu harganya Indonesia itu produk jadi yang mahal, dia ekspor ke Indonesia. Akhirnya apa? Sulit industri hilir dalam negeri bersaing," jelasnya.
Sementara pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2009 menetapkan kenaikan tarif Bea Masuk terhadap bahan baku plastik (BBP) sebesar 10-15%. Aturan itu bertujuan untuk memberikan proteksi kepada industri hulu. Namun menurut Henry, hal ini justru membuat industri plastik hilir makin terbebani.
"Akhirnya kan cost kami bertambah. Nah usulan dari PMK 19/2009 untuk menaikkan biaya masuk impor bahan baku plastik itu ke Indonesia untuk memproteksi hulu, tapi kami babak belur," ujarnya.
Pengusaha berharap agar pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut dan menggantinya dengan keringanan pajak. Menurutnya hal ini menjadi solusi dalam upaya sinkronisasi industri hulu dan hilir.
"Misalnya keringanan pajak badan usaha atau kebijakan-kebijakan pajak lah yang diberikan. Jangan tarif barrier. Kalau tarif barrier, bea masuk, ya mati kita. Kalau mau support hulu kami menyadari bahwa kami hilir, tanpa hulu tidak akan jadi. Sebaliknya hulu juga seperti itu," terang dia.
Dengan langkah ini, harapannya bisa membantu menurunkan harga BBP dalam negeri di sektor hulu, sekaligus mendorong geliat industri produk plastik di tengah maraknya produk impor. Henry juga berharap, produksi BBP dalam negeri bisa diekspansi sehingga impor bisa berkurang.
(shc/hns)