Kumis Kucing atau 'Tumis Kucing'? Awas Salah, Ini yang Manjur Atasi Diabetes

1 month ago 23
ARTICLE AD BOX
winjudi situs winjudi online winjudi slot online winjudi online slot gacor online situs slot gacor online link slot gacor online demo slot gacor online rtp slot gacor online slot gacor online terkini situs slot gacor online terkini link slot gacor online terkini demo slot gacor online terkini rtp slot gacor online terkini Akun slot gacor online Akun situs slot gacor online Akun link slot gacor online Akun demo slot gacor online Akun rtp slot gacor online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya winjudi

Jakarta -

Viral bapak kost di Semarang nekat memakan daging kucing sejak 2010, berdalih untuk menyembuhkan penyakit diabetes yang diidapnya. Sontak kebiasaan ini memicu amarah warganet, yang kemudian menyarankan herba 'kumis kucing'.

Banyak yang beranggapan apa yang dilakukan pria inisial (NY) 63 tahun itu termasuk aksi keji. Alih-alih mengonsumsi daging kucing, tanaman herbal kumis kucing sebenarnya dinilai lebih tepat untuk mengatasi penyakit diabetes.

Pakar Tanaman Obat dan Obat Tradisional RSUP Sardjito Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), dr Danang Ardiyanto, MKM ikut buka suara. Secara umum, tanaman kumis kucing memang kerap digunakan untuk berbagai penyakit termasuk diabetes. Tanaman dengan nama latin Orthosiphon aristatus ini sering juga dipakai mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kumis kucing mengandung senyawa aktif, seperti flavonoid, saponin, tanin, dan komponen antioksidan. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin," terang dr Danang saat dihubungi detikcom, Jumat (8/8/2024).

"Kumis kucing juga membantu meningkatkan sensitivitas reseptor insulin berkat kandungan flavonoid, tanin, dan asam kafeat. Senyawa ini yang dapat menurunkan kadar gula darah," sambungnya.

Selain itu, dr Danang menjelaskan sifat antioksidan yang ada di dalam kumis kucing juga membantu mengurangi stres oksidatif, yang menjadi salah satu penyebab diabetes melitus.

Antioksidan ini akan berfungsi untuk melindungi sel beta pankreas, yang memproduksi hormon insulin dari kerusakan.

Dalam penjelasannya, dr Danang mengungkapkan ekstrak dari kumis kucing juga mampu menghambat pencernaan karbohidrat menjadi gula di usus. Caranya dengan menghambat enzim alfa-glukosidase, yang berfungsi membentuk gula dari karbohidrat.

"Jadi, secara umum kumis kucing membantu pengelolaan diabetes melitus dengan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, bertindak sebagai antioksidan, dan menghambat enzim alfa-glukosidase," jelas dr Danang.

Meski begitu, penggunaan kumis kucing tidak lantas selalu efektif bagi semua pengidap diabetes. Pasien tetap disarankan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

Menurutnya, jika masih pada tahap pra-diabetes atau saat gula darah puasa di bawah 126 dan gula darah sewaktu di bawah 200, penggunaan herbal ini masih bisa bermanfaat. Namun, di luar kasus tersebut, terlebih jika terjadi komplikasi, diperlukan perawatan lanjutan.

"Jika kadar gula darah sudah tinggi, pengobatan konvensional tetap diperlukan," pungkasnya.


(sao/naf)

Read Entire Article