ARTICLE AD BOX
Siswa SMP N 1 STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Rindu Syahputra Sinaga (14 tahun) meninggal pada Kamis (26/9) lalu. Disebut-sebut, Rindu meninggal lantaran dihukum squat jump oleh gurunya, SW, 100 kali.
Lantas, bagaimana penjelasan medis soal ini?
Dokter spesialis jantung dan kardiovaskular, dr Vito Anggarino Damay, memberikan penjelasan soal aktivitas squat jump. Vito mengatakan, jika dilakukan dengan benar dan intensitas yang sesuai, maka squat jump memberikan dampak fisik yang baik.
“Jika dilakukan dengan teknik yang benar, intensitas yang sesuai, dan memperhatikan kemampuan fisik individu. Misalnya pada kegiatan olahraga. Latihan ini bermanfaat untuk kebugaran jika dilakukan dengan benar,” kata Vito pada Rabu (2/10).
Adapun jumlah yang disarankan untuk pemula yakni 10 hingga 20 secara repetisi.
“Jumlah squat jump yang disarankan tergantung pada tingkat kebugaran individu. Untuk pemula, lebih baik memulai dengan 10-20 repetisi per set dengan istirahat di antara set,” kata dia.
“Jumlah ini bisa ditingkatkan secara bertahap seiring dengan peningkatan kebugaran. Pastikan juga untuk melakukan pemanasan sebelum latihan dan pendinginan setelahnya untuk menghindari cedera,” sambung dia.
Meski begitu, Vito menuturkan, jika dilakukan berlebihan dan dengan cara yang tidak benar, maka squat jump dapat berbahaya.
“Melakukan squat jump sebanyak 100 kali tanpa jeda, terutama untuk seseorang yang tidak terbiasa, bisa meningkatkan risiko cedera lutut, keseleo otot, atau nyeri punggung. Selain itu, orang yang tidak memiliki kapasitas kardiovaskular yang cukup bisa mengalami sesak napas, palpitasi, atau bahkan kelelahan fisik yang berlebihan, yang bisa berbahaya,” katanya.
Vito juga menjelaskan squat jump tidak menyebabkan kematian. Kecuali, ada keadaan medis lainnya yang menjadi faktor tambah misalnya riwayat jantung.
“Meninggal dunia karena squat jump sangat jarang terjadi, harusnya tidak menyebabkan kematian. Konsekuensi fatal biasanya melibatkan faktor lain, seperti adanya kondisi medis yang tidak terdeteksi, seperti penyakit jantung yang belum terdiagnosis atau masalah pada sistem kardiovaskular,” kata dia.
“Jika seseorang memiliki kondisi seperti aritmia jantung, penyakit jantung bawaan, atau gangguan pembuluh darah, aktivitas fisik yang sangat intens bisa memicu henti jantung. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kondisi kesehatan sebelum melakukan latihan ini,” sebutnya.